Kedudukan Qira’at Al-Qur’an Ditinjau dari Kaidah Bahasa Arab
Saturday, September 8, 2018
Add Comment
G. Kedudukan Qira’at Al-Qur’an Ditinjau dari Kaidah Bahasa Arab
Boleh dikatakan para ulama tafsir sepakat bahwa yang menjadi dasar dalam membaca Al-Qur’an adalah riwayat dari Rasul Allah bukan kaidah bahasa; artinya, selama periwayatan suatu qira’at melalui perawi-perawi terpercaya, maka qira’at tersebut wajib diterima sekalipun tak cocok dengan kaidah bahasa Arab. Di antara qira’at yang seperti itu, misalnya qira’at Hamzah dengan memberi harakat kasrah pada akhir kata الأرحام dalam ayat pertama surat An-Nisa’ واتَّقُواللهَ الَّذِيْ تَسْأَلُوْنَ بِهِ وَالأَرْحَامِ.
Sebagian besar ahli Nahwu (sintaksis) Basrah menolak qira’at tersebut; bahkan menurut Sibawaihi (tokoh ulama Nahwu paling berpengaruh di Basrah pada masanya, sebagai dikutip dari Abu Hayyan) “Qira’at serupa itu tercela kecuali di dalam syair”. Menurut Ahmad Makki al-Anshari, Sibawaihi mengambil pendapat itu dari gurunya al-Khalil bin Ahmad. Dialah orang pertama yang mengatakan demikian.
Yang menjadi permasalahan oleh para ahli Nahwu dalam bacaan tersebut ialah bacaan huruf terakhir pada lafal الأرحام yakni berbaris di bawah (kasrah) karena mengikuti harakat sebelumnya yang pada hakekatnya juga kasrah. Padahal menurut kaidah Nahwu pola susunan seperti itu tidak boleh, kecuali dengan mengulang kata bantu (harf al-jarr)-nya yaitu الباء. Dengan demikian jika ingin melafalkannya berbaris kasrah maka susunannya menjadi تَسْألُوْنَ بِهِ وَالأَرْحَامِ, ini baru sesuai dengan kaidah Nahwu. Demikian pendapat sebagian besar ulama Nahwu Basrah. Sebaliknya ulama Nahwu Kufah membolehkan saja harakat الأرحام kasrah, tanpa perlu mengulang harf al-jarr.
Meskipun masih banyak contoh yang dapat dikemukakan namun dua contoh itu cukup dijadikan bukti bahwa qira’at Al-Qur’an tidak didasarkan pada kaidah-kaidah bahasa melainkan pada riwayat dari Nabi SAW. Jadi tidak peduli, apakah cocok dengan kaidah bahasa atau tidak. Inilah yang ditegaskan oleh Abu Hayyan: “Kita tidak tunduk di bawah pendapat ulama Nahwu Basrah, dan tidak pula di bawah pendapat ahli Nahwu yang lain yang tidak sependapat dengan mereka”.
Dengan bukti yang dikemukakan itu jelaslah bahwa Al-Qur’an mempunyai aturan khusus dalam penerapan kaidah-kaidah bahasa Arab. Struktur kalimat dan gaya bahasanya mempunyai cara tersendiri yang kadang-kadang tak sama dengan yang biasa berlaku dalam kaidah bahasa Arab, namun sangat mempesona dan menarik hati pembaca, maupun pendengarnya. Oleh karena itu, tak mungkin dinilai keabsahan struktur kalimat Al-Qur’an hanya berdasarkan kaidah bahasa Arab semata, malah sebaliknya: “Seyogyanya –tulis al-anshari- menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber inspirasi yang tak kering dalam penetapan setiap kaidah bahasa”.[12]
A. Sejarah Munculnya Ilmu Qiraat
B. Pengertian Qiraat
C. Al-Qur’an Diturunkan Atas Tujuh Huruf
D. Perbedaan Qiraat dalam Membaca Al-Qur’an
E. Macam-Macam Qira’at
F. Tokoh-Tokoh Qira’at
G. Kedudukan Qira’at Al-Qur’an Ditinjau dari Kaidah Bahasa Arab
H. Pengaruh Qira’at dalam Mengistinbath Hukum
0 Response to "Kedudukan Qira’at Al-Qur’an Ditinjau dari Kaidah Bahasa Arab"
Post a Comment