Metode Penelitian dan Pentarjihan Asbabun Nuzul, Faedah Mengetahui Asbab An-Nuzul dalam Medan Pendidikan dan Pengajaran, Redaksi yang Digunakan Asbabun Nuzul, Kaidah Penarjihan Asbabun Nuzul
Wednesday, March 25, 2020
Add Comment
E. Metode Penelitian dan Pentarjihan Asbabun Nuzul
Penelitian dilakukan terhadap riwayat yang mengemukakan asbab an-nuzul, karena banyak riwayat tidak memenuhi syarat keshahihannya. Apabila asbab an-nuzul suatu ayat diterangkan oleh beberapa riwayat, maka muncul beberapa kemungkinan sebagai berikut:
1. Kedua riwayat tersebut yang satu shahih dan yang lain tidak.
2. Kedua riwayat tersebut shahih, tetapi salah satunya ada dalil yang memperkuat dan yang lain tidak.
3. Kedua riwayat tersebut shahih dan tidak ditemukan dalil yang memperkuatkan salah satunya tetapi dapat dikompromikan.
4. Kedua riwayat tersebut shahih dan tidak ada dalil yang memperkuatkan salah satunya dan kedua-duanya tidak mungkin dikompromikan.
Untuk menjelaskan permasalahan beberapa riwayat diatas adalah:
1. Apabila kedua riwayat shahih, yang pertama menyatakan sebab turunnya ayat dengan tegas, sedangkan yang kedua tidak, maka diambil riwayat yang pertama.
2. Apabila kedua riwayat shahih, salah satunya ditarjihkan, sedangkan yang lain diriwayatkan oleh perawi yang menyaksikan sendiri, maka dipilih riwayat yang lebih rajih (kuat).
3. Apabila kedua riwayat menerangkan sebab riwayat yang lebih rajih dan yang lebih shahih, sedangkan lain shahih tetapi marjuh (dipandang lebih lemah), maka diambil riwayat yang shahih lagi rajah.
4. Apabila kedua riwayat shahih dan tidak dapat dikompromikan, maka harus ditetapkan ayat yang berulang kali diturunkan. Berulang kali turun menunjukkan sangat penting dan untuk mempermudah diingat.[16]
F. Faedah Mengetahui Asbab An-Nuzul dalam Medan Pendidikan dan Pengajaran
Dalam dunia pendidikan, para pendidik mengalami banyak kesulitan dalam penggunaan media pendidikan yang dapat membangkitkan perhatian anak didik supaya jiwa mereka siap dan minat menerima pengajaran, dan seluruh potensi intelektualnyaa terberdayakan untuk mendengarkan dan mengikuti pelajaran. Tahap pendidikan dasar dalam suatu pengajaran memerlukan kecerdasan yang dapat membantu guru dalam menarik minat anak didik terhadap pelajarannya dengan berbagai media yang cocok. Juga memerlukan latihan dan penglaman yang cukup lama dalam memilih metode pengajaran yang efektif dan sejalan dengan tingkat pengetahuan anak didik tanpa adanya kekerasan dan paksaan.
Tahap pendidikan dasar itu disamping bertujuan membangkit perhtian dan menarik minat anak didik, juga ditujukan memberi konsepsi menyeluruh mengenai kurikulum pelajaran, agar guru dapat dengan nmudah membawa anak didiknya dari hal-hal yang bersifat ummum kepada yang khusus, sehingga meteri-meteri pelajaran yang telah di targetkan dapat dikuasai secara detail sesudah anak didik itu memahaminya secara garis besar.
Kaitannya dengan pengetahuan tentang Asbab An-Nuzul adalah ia merupakan media paling baik untuk mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan dalam mempelajari Al-Qur’an Al-Karim baik bacaannya maupun tafsirnya.
Asbab An-Nuzul ada kalanya berupa kisah tentang peristiwa yang terjadi, atau berupa pertanyaan yang disampaikan kepada Rasulullah untuk mengetahui hukum suatu masalah, hingga Al-Qur’an pun turun meresponnya. Seorang guru sebenarnya tidak perlu membuat pengantar pelajaran denan sesuatu yang baru dipilihnya, sebab jika ia menyampaikan Asbab An-Nuzul, maka kisahnya itu sudah cukup untuk membangkitkan perhatian, menarik minat, memusatkan potensi intelektual dan menyiapkan jiwa anak didik untuk menerima pelajaran, serta mendorong mereka untuk mendengarkan da memperhatikan.
Meraka akan segera dapat memahami pelajaran itu secara umum dengan mengetahui Asbab An-Nuzul, karena di dalamnya terdapat unsur-unsur kisah yang menarik. Selanjutnya jiwa mereka akan bersemangat untuk mengetahui ayat apa yang diturunkan dengan sebab turunnya ayat itu, apa rahasia-rahasia perundangan dan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya, yang kesemua ini memberi petunjuk kepada manusia ke jalan yang lurus, jalan menuju kekuatan, kemuliaan dan kebahagian.
Para pendidik dalam dunia pengajaran dan pendidikan di bangku-bangku sekolah atau pendidikan umum, dalam memberikan bimbingan perlu memanfaatkan konteks Asbab An-Nuzul dalam memberikan rangsangan kepada peserta didik yang tengah belajar dan masyarakat umum yang dibimbing. Cara demikian merupakan cara paling bermanfaat dan efektif untuk mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan tersebut.
G. Redaksi yang Digunakan Asbabun Nuzul
Redaksi atau sighat yang digunakan untuk mengungkapkan Asbabun Nuzul berbeda-beda antara lain:
1. Ada yang jelas menunjukkan Asbabun Nuzul, ....سبب نزول الاية كذا
2. Ada yang diungkapkan tidak dengan kata sebab, tetapi memakai “ف” yang diletakkan pada ayat setelah suatu peristiwa diceritakan.
3. Ada yang dapat dipahami dari konteks ungkapan itu disampaikan, seperti jawaban Rasul terhadap suatu pertanyaan . konteks seperti ini menunjukkan dengan jelas tentang Asbabun Nuzul.
4. Ada juga riwayat yang menggunakan redaksi: .....نزلت هذه الاية في كذا
Akan tetapi, redaksi seperti ini tidak dapat dipastikan untuk menunjukkan Asbabun Nuzul. Sighat ini mungkin dapat menjelaskan Asbabun Nuzul, tapi juga dapat menjelaskan hukum yang ada padanya. Untuk menentukan antara keduanya diperlukan dalil lain atau qorinah yang dapat membantu.
H. Kaidah Penarjihan Asbabun Nuzul
Ada ayat Al-Qur’an yang Asbabun Nuzul-nya lebih dari satu, dan ada pula satu sebab, tapi ada beberapa ayat yang turun.
Contoh ayat pertama adalah Surah An-Nur ayat 6-7. Asbabun Nuzul ayat tersebut ada dua, yaitu:
“dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina), padahal mereka tidak mempunyai saksi selain dari diri mereka sendiri, maka persaksian orang tersebut empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah orang-orang yang benar. Dan sumpah yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang yang berdusta”.
Adapun sebab turunnya ayat tersebut adalah:
1. Pertanyaan Ashim dan Uamir kepada Rasul sehubungan dengan mereka menemukan istrinya masing-masing melakukan perzinaan. Peristiwa tersebut diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
2. Tuduhan Hilal bin Umayyah terhadap istrinya yang dituduh berzina dengan Syarik bin Sahna’. Tuduhan tersebut terjadi di hadapan Nabi saw.
Contoh yang kedua adalah:
1. Surah An-Nisaa’ ayat 32
ولا نتمنّوا ما فضل الله به بعضكم على بعض
2. Surah Al-Ahzab ayat 35
إن المسلمين والمسلمات والؤمنين والمؤمنات
3. Surah Ali Imran ayat 195
أنى لاأضيع عمل عامل منكم من ذكروأنثى
Sebab turunnya ayat tersebut adalah riwayat Hakim sendiri tentang perkataan Ummu Salamah kepada Rasul:
يارسول اللفة تذكرالرجال ولا تذكرالنساء
Ya Rasulullah! Saya tidak mendengar Allah menyebut khusus tentang wanita di dalam Al-Qur’an mengenai peristiwa hijrah.
Apabila riwayat yang menjelaskan tentang turunnya ayat lebih dari satu, maka timbul empat kemungkinan, (menurut Al-Zarqqani).
1) Satu di antaranya shahih
Dalam hal ini yang dijadikan pedoman adalah yang shahih. Misalnya perbedaan riwayat antara Bukhari, Muslim, dengan riwayat Thabrani tentang turunnya Surah Ad Dhuha. Atau contoh dari peristiwa yang melatarbelakangi turunnya Surah An-Nur ayat 6-7. Yaitu perbedaan riwayat antara Bukhari, Muslim, dengan yang lain. Tentu yang dipilih dalam hal ini adalah yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim.
2) Keduanya shahih tetapi yang satu punya dalil penguat sementara yang satu lagi tidak mempunyai penguat.
Dalam hal ini yang dijadikan pedoman adalah yang pertama. Misalnya riwayat Bukhari dari Ibnu Mas’ud dan Tirmizi dari Ibnu Abbas tentang sebab turunnya Surah Al Israa ayat 85:
ويسئلونك عن الروح
(Lewat sekelompok Yahudi dan bertanya tentang ruh. Kemudian orang Quraisy bertanya pula setelah minta bahan pada orang Yahudi). Maka yang dijadikan pedoman adalah yang pertama, karena Abdullah bin Mas’ud menyaksikan langsung peristiwa itu.
3) Keduanya shahih dan sama-sama tidak dikuatkan oleh dalil lain, tetapi yang keduanya mungkin dikompromikan dengan mengatakan bahwa ayat itu mempunyai dua Asbabun Nuzul.
Misalnya Asbabun Nuzul dari ayat 6 Surah An Nuur:
والذين يرمون أزواجهم ولم يكن لهم شهيداء إلا أنفسهم ......
Bukhari dari Ikrimah dan Ibnu ‘Abbas, dan Bkhari dari Ibnu Sahal tentang kasus Hilal menuduh istrinya seorang atau berlaku curang dengan Syuraik, dan pertanyaan Uaimir kepada Ashim Ibnu ‘Adi tentang istrinya yang serong, dan ‘Ashim bertanya kepada Rasul.
4) Keduanya shahih, tetapi tidak ditemukan dalil yang menguatkan, dan juga tidak dapat dikompromikan.
Jika didapati hal seperti itu, maka jalan keluarnya harus dianggap bahwa ayat itu turun dua kali dengan latar belakang yang berbeda. Misalnya Asbabun Nuzul dari ayat:
وان عقبتم فعقبوا بمثل ما عقبتم
Jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. (QS. 16: 126)
Satu riwayat menngatakan bahwa ayat tersebut turun waktu perang uhud, sedang riwayat yang kedua mengatakan bahwa turunnya ayat tersebut pada waktu Fathu Mekah (Baihaqi dan Tirmizi). Maka penyelesaiannya adalah ayat itu turun dua kali.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Mempelajari asbab an-nuzul sangat penting bagi yang ingin mengkaji ilmu tafsir, bahkan sebuah kewajiban bagi ahli tafsir. Cara mengetahui asbab an-nuzul pertama, dengan riwayat yang shahih, yakni riwayat yang memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh para ahli hadits. Kedua, menggunakan lafadh fa at-ta’qibiyah bermakna maka atau kemudian. Ketiga, dipahami dari konteks yang jelas. Keempat, tidak disebutkan secara tegas terhadap redaksi. Ada ulama yang berpendapat sebagai penjelasan tentang hukum.
Metode penelitian dan pentarjihan asbab an-nuzul harus dilakukan penelitian terhadap riwayatnya, karena ada dua kategori dalam sebab penurunannya. Pertama, banyak turun ayat pada satu peristiwa, sedangkan yang kedua, banyak terjadi peristiwa pada satu ayat yang turun.
Kedudukan asbab an-nuzul dalam pemahaman Al-Qur’an sangat membantu dalam memahami Al-Qur’an, apabila tidak niscaya banyak kekeliruannya. Kebanyakan ulama untuk menjadikan pedoman hukum lebih sepakat pada “umum lafadh” daripada “khusus sebab”, karena mempunyai tiga macam dalil yaitu: pertama, lafadh syar’I saja yang menjadikan hujjah dan dalil. Kedua, kaidah tersebut ditanggungkan kepada makna selama tidak ada pemalingannya dari makna tersebut. Ketiga, para sahabat dan mujtahid kebanyakan tanpa memerlukan qias atau mencari dalil apabila berhujjah dengan lafadh yang umum dari sebab yang khusus.
DAFTAR PUSTAKA
Shubhi al-Salih, 1997M. Mabahits fi Ulum al-Qur’an, Bairut: Dar al-‘Ilm li al-Malayin.
Manna al-Qaththan, 2005. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Jakarta: Pustaka al-Kautsar.
M. Hasbi Ash-Shiddieqy,1972. Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Jakarta: NV Bulan Bintang.
Jalaludin As-Suyuthi, 2008. Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an, Jakarta: Gema Insani.
Nashruddin Baidan, 2004. Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Surakarta: Pustaka Pelajar.
Muhammad Chirzin, 1998. Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an, Jakarta: Dana Bhakti Prima Yasa.
Abu Anwar. 2002. Ulumul Qur’an. Pekanbaru: Amzah.
Shubhi Shalih, 2002. Membahas Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Pustaka Litera Antar Nusa.
Kadar M. Yusuf. 2009. Studi Al-Qur’an. Jakarta: Amzah.
MF.Zenrif. 2008. Sintesis Paradigma Studi Al-Qur’an. Malang: UIN Malang Press.
Muhammad Ibn ‘Alawi Al-Maliki, Samudra Ilmu-ilmu Al-Qur’an: Ringkasan kitab Al-Itqan fi ‘Ulum Al-Qur’an, Bandung: Mizan Pustaka, 2003.
Abd. Rozak dan Aminuddin, 2006. Studi Ilmu Al-Qur’an, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an 3, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004.
M. Quraisy Syihab, 1984. Metode Peneltitian Tafsir, Ujung Pandang, IAIN Alauddin.
[1] Manna al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2005), hlm.95.
[2] Muhammad Chirzin, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an, (Jakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1998), hlm.30.
[3] Shubhi al-Salih, Mabahits fi Ulum al-Qur’an, Bairut, Dar al-‘Ilm li al-Malayin, 1977M. h.132.
[4] Shubhi Shalih, Membahas Ilmu-ilmu Al-Qur’an, (Pustaka Litera Antar Nusa, 2002), hlm.160.
[5] M. Quraisy Syihab, Metode Peneltitian Tafsir, Ujung Pandang, IAIN Alauddin, 1984, hh.3-4.
[6] M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: NV Bulan Bintang), hlm.17.
[7] Manna al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar,2005), hlm.94-95.
[8] HR. Ibnu Majah dan Ibnu Abi Hatim; dishahihkan Al-Hakim, Ibnu Bardawih Al-Baihaqi.
[9] HR. Bukhari dan Muslim dan yang lain.
[10] Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, (Jakarta: Pustaka Pelajar), hlm.133-134.
[11] Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, (Jakarta: Pustaka Pelajar), hlm.136.
[12] Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, (Jakarta: Pustaka Pelajar), hlm.138-139.
[13] Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an,(Jakarta: Pustaka Litera AntarNusa, 1992), hlm.107.
[14] Abu Anwar. 2002. Ulumul Qur’an. Pekanbaru: Amzah
[15] Kadar M. Yusuf, Studi Al-Qur’an, (Jakarta: Amzah), hlm.95-96.
[16] MF. Zenrif, Sintesis Paradigma Studi Al-Qur’an, (Malang: UIN Malang Press), hlm.210-212.
0 Response to "Metode Penelitian dan Pentarjihan Asbabun Nuzul, Faedah Mengetahui Asbab An-Nuzul dalam Medan Pendidikan dan Pengajaran, Redaksi yang Digunakan Asbabun Nuzul, Kaidah Penarjihan Asbabun Nuzul"
Post a Comment