Maqam Zuhud, tokoh sufi yang terkenal telah mencapai maqam zuhud maqam wara maqam faqr maqam sabar pengertian maqam taubat zuhud wara dan fakir
Saturday, September 8, 2018
Add Comment
Maqam Zuhud, tokoh sufi yang terkenal telah mencapai maqam zuhud maqam wara maqam faqr maqam sabar pengertian maqam taubat zuhud wara dan fakir
B. Maqam Zuhud
Secara etimologis zuhud berarti رغب عن شيئ و تركه artinya tidak tertarik terhadap sesuatu dan meninggalkannya. Zahada fi al-dunyaa berarti mengosongkan diri dari kesenangan dunia untuk ibadah. Orang yang melakukan zuhud disebut zahid, zuhhad atau zahidun. Zahidah jamaknya zuhdan, artinya kecil atau sedikit. [12] Sebagaimana firman Allah dalam surat al-an’am :
وَمَا الْحَيَٰوةُ الدُّنْيَا اِلاَّ لَعِبٌ وَّ لَهْوٌ وَ للَدَّرُ الاٰخِرَةُ خَيْرٌ لِّلَّذِيْنَ يَتَّقُوْنَ اَفَلاَ تَعْقِلُوْنَ (32)
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya ? (QS. Al-An’am : 32)”
a. Menurut Harun Nasution zuhud berarti keadaan meninggalkan dunia dan hidup kematerian.
b. Menurut Al-Qusyairi mengatakan bahwa diantara para ulama berbeda pendapat dalam mengartikan zuhud.sebaguan ada yang mengatakan bahwa zuhud adalah orang yang zuhud di dalam masalah yang haram, karena yang halal adalah sesuatu yang mubah dalam pandangan Allah yaitu orang yang diberikan nikmat berupa harta yang halal kemudian ia bersyukur dan meninggalkan dunia itu dengan kesadarannya sendiri. Sebagian ada pula yang mengatakan bahwa zuhud adalah zuhud dalam yang haram sebagai suatu kewajiban. [13]
Sedangkan zuhud jika ditinjau dari segi terminologis memiliki pengertian yang berbeda-beda. Salah satunya adalah di kalangan ahli tasawuf yang memberikan banyak pengertian, di antaranya :
1. Benci kepada dunia dan berpaling padanya
2. Membuang kesenangan dunia untuk mencapai kesenangan akhirat
3. Hati tidak memperdulikan kekosongan tangan
4. Membelanjakan apa yang dimiliki dan tidak menghargai apa yang didapat
Jadi dapat disimpulkan bahwasanya Zuhud adalah meninggalkan dunia dan kehidupan materi. Kehidupan dunia dipandang hanya sebagai alat untuk tujuan yang hakiki, yaitu dekat kepada Allah SWT. Zuhud merupakan tahapan pemantapan taubat yang telah dilalui pada tahapan pertama,. Zuhud termasuk salah satu ajaran agama yang sangat penting dalam rangka mengendalikan diri dari pengaruh kehiduapn duniawi.[14]
Menurut pandangan orang-orang sufi, dunia dan segala kemewahan serta kelezatannya adalah sumber kemaksiatan dan penyebab terjadinya perbuatan-perbuatan dosa. Oleh karena itu seorang pemula atau calon sufi harus terlebih dahulu menjadi zahid. Sikap zuhud ini erat hubungannya dengan taubat, sebab taubat tidak akan berhasil apabila hatidan keinginannya masih terikat kepada kesenangan duniawi.
Dengan demikian, secara umum dapat dikatakan bahwa tekanan utama dalam konsep sufi tetang zuhud adalah mengurangi keinginan terhadap kehidupan duniawi, karena kehidupan disini bersifat sementara dan apabila manusia tergoda olehnya, maka ia akan jauh dari tuhannya.
Zuhud itu ibarat tentang tidak sukanya seseorang terhadap dunia karena berpaling kepada akhirat atau ia berpaling dari selain Allah SWT menuju kepada Allah. Itu merupakan derajat tertinggi.[15]
Dalam hal ini ‘Abdul Hakim Haan dalam bukunya al-Thasawwuffi al-Arabi mengatakan sebagai berikut:
Adapun zuhud menurut bahasa Arab materinya tidak berkeinginan. Dikatakan pada seseorang apabila dia menarik diri untuk tekun beribadah dan menghadirkan diri dari keinginan menikmati kelezatan hidup adalah zuhud pada dunia. Inilah makna agamis dari zuhud. Nabi Muhammad saw bersabda: “jika kamu melihat seseorang dianugerahi zuhud didunia dan cerdas nalarnya, maka dekatilah dia, bahwasannya dia adalah orang bijaksana.
Diantara makna kata zuhud yang dikemukakan oleh Imam al-Gazali “mengurangi keinginan kepada dunia dan menjauh darinya dengan penuh kesadaran”. Sulaiman al-Darani mengatakan:
“Sufi itu suatu ilmu dari ilmu-ilmu tentang zuhud. Maka tidak pantas mengenakan kain suf dengan uang tiga dirham di tanganya kok dalam hatinya menginginkan lima dirham”.
Pada tempat lain Abu Sulaiman al-Darani mengatakan:
“zuhud adalah meninggalkan segala yang melalaikan hati dari Allah”.
Al-Ghazaliy membahasakan zuhud sebagai ungkapan atas ketidaksukaan pada segala hal yang termasuk dalam bagian nafsu. Ketika seseorang membenci segala hal yang diinginkan nafsu, ia juga akan membenci hidup kekal di dunia dan secara otomatis ia pun tidak akan memiliki sifat panjang angan-angan pada dunia ini. Hal ini disebabkan kehidupan kekal di dunia yang diinginkan oleh nafsu tujuannya hanyalah untuk bersenang-senang atas dunia tersebut. Sehingga, ketika ia telah membenci dunia, maka ia tidak akan menginginkannya.[16]
Zuhud disebut dalam Q.S al-Hadid:20 :
“20. Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan Para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu Lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.”
Dalam tasawuf zuhud dijadikan maqam dalam upaya melatih diri dan menyucikan hati untuk melepas ikatan hati dengan dunia. Maka didalam tasawuf diberi peringatan dan diamalkan secara bertingkat. Pada dasarnya dibedakan zuhud pada tingkat awal (biasa) dan zuhud bagi ajaran sufi.[17]
Zuhud disini memiliki 3 ciri-ciri antara lain :
1. Tidak merasa bangga terhadap sesuatu yang ada padanya dan tidak pula merasa sedih dikala kehilangan nikmat itu dari tangannya
2. Tidak merasa gembira dan bangga mendengar pujian orang dan tidak pula merasa bersedih atau marah jika mendengar celaan orang
3. Selalu mengutamakan cintanya kepada Allah dan mengurangi cintanya kepada laksana udara dan air dalam tempayan, kalau air bertambah maka udara berkurang, dan begitu juga sebaliknya.[18]
Menurut al-Sarraj ada tiga kelompok zuhud :
1. Kelompok pemula (mubtadiin), mereka adalah orang-orang yang kosong tangannya dari harta milik, dan juga kosong kalbunya.
2. Kelompok para ahli hakikat tentang zuhud (mutahaqqiqun fi al-zuhd). Kelompok ini dinyatakan sebagai orang-orang yang meninggalkan kesenangan-kesenangan jiwa dari apa-apa yang ada di dunia ini, baik itu berupa pujian dan penghormatan dari manusia.
3. Kelompok yang mengetahui dan meyakini bahwa apapun yang ada di dunia ini adalah halal bagi mereka, namun yakin bahwa harta milik tidak membuat mereka jauh dari Allah dan tidak mengurangi sedikitpun kedudukan mereka, semuanya semata-mata karena Allah.
Selanjutnya orang yang zuhud memiliki beberapa tanda. Imam Ghazali memberi 3 tanda atas sifat zuhud ditinjau dari sisi batin.[19]
a. Tidak merasa bahagia dengan wujudnya harta dan tidak merasa susah atas ketiadaan harta tersebut.
b. Tidak ada beda baginya antar orang yang mencela dan memuji.
c. Hatinya merasa tenang hanya jika tertuju kepada Allah dan yang mendominasi dalam hatinya adalah manisnya taat.
Karakter dasar manusia secara umum adalah memiliki rasa cinta. Cinta yang tertanam dalam hati adakalanya cinta kepada Allah dan cinta pada dunia, yaitu semua hal yang berpotensi bisa memalingkan hati jauh dari-Nya. Dengan demikian, untuk menuntaskan sifat zuhud, seseorang harus dikuasai cinta pada Allah supaya tidak ada ruang lagi dalam hatinya untuk cinta dunia. Maka ketika seseorang sudah memiliki rasa cinta dan merasa tenang atas zatnya Allah, ia akan selalu tersibukkan denganNya dan meninggalkan yang lain (dunia).[20]
Zuhud yang bersumber dari Rasulullah yang diajarkan dan dicontohkan oleh beliau secara langsung kemudian diikuti oleh para sahabat sudah menjadi karakter dan sifat yang melekat dalam hati serta sudah mendarah daging sehingga sangat sulit diadopsi umat islam yang hidup setelah masa sahabat. Sampai-sampai sahabat pernah mengungkapkan pernyataan pada golongan awal tabi’in, “Bahwa memang benar jika para tabi’in lebih banyak amal dan kesungguhannya dalam beribadah dibanding para sahabat, tapi dengan sifat zuhud yang dimiliki para sahabat, menjadikan mereka tetap lebih baik daripada para tabi’in.[21]
Yang dikehendaki dari hakikat zuhud adalah tidak memiliki ketergantungan atau keterikatan hati dengan harta dunia. Bukan diartikan dengan tidak memiliki harta sama sekali. Sebagaimana kepribadian Nabi Sulaiman. Kekayaan dan kemegahan kerajaan yang dimilikinya tidak sampai mengeluarkannya dari sifat zuhud, bahkan Nabi Sulaiman mendapatkan status Azahad Az-Zahidin (orang yang paling zuhud diantara golongan ahli zuhud).
Menurut Amin Syukur dalam karyanya Zuhud di abad Modern, beliau berpendapat bahwa zuhud secara terminologi tidak bisa dilepaskan dari dua hal. Pertama, zuhud sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari tasawuf. Kedua, zuhud sebagai moral (akhlak) Islam dan gerakan protes. Makna pertama, apabila tasawuf diartikan adanya kesadaran dan komunikasi langsung antara manusia dengan Tuhan sebagai perwujudan ihsan, maka zuhud merupakan suatu stasiun (maqam) menuju tercapainya perjumpaan atau ma`rifat kada-Nya. Dalam kaitan ini `Abd al-Hakim Hasan menjelaskan bahwa zuhud adalah :[22]
اي بمعن الانصراف عن الدنيا والا قبال على العبدة ورياضة النفس وتهذيبها ومحاربة رغباتها بالخلوة والسياحة والصوم وقلة الطعام وكثيرة الذكر ….
Artinya : “Berpaling dari dunia dan menghadapkan diri untuk beribadah. Melatih dan mendidik jiwa, dan memerangi kesenangannya dengan semedi (khalwat), berkelana, puasa, mengurangi makan, dan memperbanyak dizikir”.
Makna kedua, zuhud dipahami sebagai sikap hidup yang seharusnya dilakukan oleh seorang Muslim dalam menatap dunia fana` ini. Dunia dipandang sebagai sarana ibadah untuk meraih keridhaan Allah SWT bukan untuk tujuan hidup. Di sini zuhud berarti tidak merasa bangga atas kemewahan dunia yang telah ada di tangan, dan tidak merasa bersedih karena hilangnya kemewahan itu dari tangannya. Firman Allah surat al-Imran ayat 152 :
“152. Dan Sesungguhnya Allah telah memenuhi janji-Nya kepada kamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya sampai pada sa'at kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu Dan mendurhakai perintah (Rasul) sesudah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai. Di antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan diantara kamu ada orang yang menghendaki akhirat. kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka untuk menguji kamu, dan sesunguhnya Allah telah mema'afkan kamu. dan Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas orang orang yang beriman.”
‘Ata’ Muzhar, menyatakan bahwa masyarakat modern ditandai oleh lima hal, yakni: Pertama, berkembangnya mass culture karena pengaruh kemajuan mass media sehingga kultur tidak lagi bersifat lokal, melainkan nasional atau bahkan global. Kedua, tumbuhnya sikap-sikap yang lebih mengakui kebebasan bertindak manusia menuju perubahan masa depan. Dengan demikian alam dapat ditaklukkan, manusia merasa lebih leluasa kalau bukan merasa lebih berkuasa. Ketiga, tumbuhnya berpikir rasional, sebagian besar kehidupan ummat manusia ini semakin diatur oleh aturan-aturan rasional. Keempat, tumbuhnya sikap hidup yang materialistik, artinya semua hal diukur oleh nilai kebendaan dan ekonomi. Kelima, meningkatnya laju urbanisasi.
Dalam tasawuf prinsip-prinsip positif yang mampu menumbuhkan masa depan masyarakat, antara lain hendaknya selalu mengadakan introspeksi (muhsabah), berwawasan hidup moderat, tidak terjerat oleh nafsu rendah, sehingga lupa pada diri dan Tuhannya.
Dalam menempuh jenjang kesempurnaan rohani, dikenal tehapan : takhalli, tahalli, dan tajalli. Dalam takhalli terdapat ciri moralitas Islam, yakni menghindarkan diri dari sifat-sifat tercela, baik secara vertikal maupun horisontal, misalnya at–tama’, al–hirs, al–hasad, takabur, dan sebagainya. Tahalli merupakan pengungkapan secara progresif nilai moral yang terdapat dalam Islam, misalnya zuhud, yang oleh sebagai ulama sufi sebagai awal kehidupan tasawuf.
Aplikasi Zuhud dalam kehidupan sehari-hari:
1.Senantiasa membersihkan diri dari hal-hal yang tidak terpuji
2.Memelihara diri dari perilaku yang tidak manfaat
3.Senang kepada kesederhanaan, hidup bersahaja
4.Menjauhkan diri dari sifat rakus dan menumpuk harta
5.Berperilaku suka bersadaqah dan berbuat kebaikan
6.Senantiasa rendah hati dan sabar dalam menjalani kehidupana.
7. Senantiasa mensyukuri setiap nikmat yang diberikan Allah SWT, meskipun sedikit.
8. Senantiasa merasa cukup, meskipun harta yang dimiliki hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan primer.
9. Senantiasa menggunakan harta yang dimiliki sebagai penunjang kesempurnaan ibadah kepada Allah SWT.
10. Senantiasa berpenampilan sederhana, baik dari segi sandang, papan maupun pangan.
11. Senantiasa mengutamakan cintanya kepada Allah SWT, daripada kecintaannya terhadap dunia.
12. Lebih mengutamakan cintanya kepada Allah Swt. dibandingkan cintanya kepada dunia.
ilmu makrifat, ilmu tasawuf, buku ilmu tasawuf pdf, buku tasawuf pdf, arti tasawuf, apa itu tasawuf, akhlak tasawuf, akhlak dan tasawuf, ahli tasawuf, jejak tapak
B. Maqam Zuhud
0 Response to "Maqam Zuhud, tokoh sufi yang terkenal telah mencapai maqam zuhud maqam wara maqam faqr maqam sabar pengertian maqam taubat zuhud wara dan fakir"
Post a Comment