Islam Di Singapura 3 : Posisi Melayu-Muslim di Singapura, pertanyaan tentang islam di singapura agama di singapura suku di singapura komposisi etnis singapura mayoritas agama di malaysia menteri agama singapura kota singapura karya seni singapura
Friday, September 21, 2018
Add Comment
2.5 Posisi Melayu-Muslim di Singapura
1) Ekonomi
Dibanding dengan Negara-negara minoritas muslim lainnya di kawasan Asia-Tenggara, Singapura merupakan sebuah Negara yang relative kaya. Hal ini secara teoritis tentunya berdampak pula pada kondisi umat islamnya. Sejarah Melayu Singapura menunjukkan pada awalnya kondisi ekonomi masyarakat Melayu-Muslim sangat berbeda dengan kondisi hari ini. Mereka bekerja pada sektor-sektor strategis dan 70% bekerja dikawasan kota, hanya 30% saja yang bekerja di kawasan kampung. Hal ini sebagai bukti bahwa sejak awal orang Melayu-muslim telah menjadi etnis yang memiliki tingkat ekonomi yang memuaskan. Dengan demikian, orang Melayu identik dengan nuansa hidup kota. Kondisi ini amat berbeda dengan yang terjadi saat ini. Sekarang, secara umum tingkat perekonomian Melayu-muslim berada jauh di bawah etnis lain.Bahkan, mereka selalu disebutkan kelompok marjinal secara ekonomi. Ini disebabkan arus imigran Cina terus meningkat dan leluasa memasuki kawasan Singapura.
2) Seni dan Budaya
Sebuah tesis Ph.d oleh Betts, seorang ahli sains politik Amerika, mengklaim bahwa masyarakat melayu gagal untuk merubah dirinya sebelum tahun 1959. Ia menuliskan bahwa banyak perkara tentang cara hidup orang melayu diakui umumnya tidak selaras dengan keadaan dan kemajuan yang pesat di Singapura. Disisi lain, factor-faktor intrinsik dalam masyarakat Melayu menghalangi penerimaan ataupun internalisasi secara pesat akan perubahan. Dia menganggap bahwa kampung-kampung dipinggiran Singapura pada Hakikatnya bersifat pedesaan. Faktanya Banyak orang melayu yang merasa puas hanya dengan bermata pencarian menangkap ikan, bertani, dan aktivitas lain yang bercorak tradisional tanpa mempedulikan perkembangan zaman.
Islam Pada Awal Sejarah Singapura
Perkembangan Islam di Negara singapura
Gerakan Keislaman di Singapura
Model Pendidikan Islam di Singapura
Posisi Melayu-Muslim di Singapura
Islam Pada Awal Sejarah Singapura
Perkembangan Islam di Negara singapura
Gerakan Keislaman di Singapura
Model Pendidikan Islam di Singapura
Posisi Melayu-Muslim di Singapura
Hal senada juga diungkapkan oleh Badlington dalam desertasinya (1974) bahwa masyarakat Melayu belum dapat merubah dirinya sebelum tahun 1959. Masyarakat melayu selalu dihalangi oleh kekangan-kekangan budaya yang mendefinisikan menurut garis etnis. Orang bukan Melayu telah berjaya memutuskan diri sama sekali dari pada kokongan tradisi yang menghalang pembangunan ekonomi, akan tetapi masyarakat Melayu terus terpengaruh oleh gerak budaya yang bertentangan. Badlington juga menjelaskan bahwa pandangan orang Melayu tentang rezeki mengakibatkan fatalisme (menyerah pada takdir) dan tidak ada usaha untuk meraihnya.
Bagi Badlington, kaum-kaum lain di Singapura telah berubah sedangkan orang melayu tinggal beku dan tinggal sejarah, dikekang oleh nilai-nilai budaya mereka. Nilai-nilai yang dibincangkan oleh Badlington terdiri hanya dari pada yang dianggapnya sebagai negative bagi kemajuan orang Melayu. Nilai-nilai ini digambarkan sebagai cirri-ciri budaya yang kekal dan diretifikasi secara abstrak dari pada konteks social dan materialnya. Menanggapi isi dari pada desertasi Badlington, yang secara umum memarginalkan kertepurukan ekonomi orang Melayu dilatarbelakangi oleh adanya budaya yang kaku dan katalis yang nota bene bersumber dari syariat Islam berupa Al-Qur’an dan Hadist, perlu disanggah keabsahannya. Justru sebenarnya penjelasan-penjelasan kemunduran Melayu bukan semata-mata berasal dari sumber budaya Melayu yang juga melibatkan tafsiran Al-Qur’an.
Akan tetapi juga berasal dari diskriminasi dan perbedaan kesempatan yang diberikan kepada orang Melayu dan etnis Cina pada awal 1970-an. Memang harus diakui bahwa mundurnya social budaya orang Melayu dan minimnya semangat untuk bekerja, khususnya menyoroti kaum wanitanya disebabkan masih dangkalnya pemikiran dan interfretasi umat dalam memahami syariat. Khususnya tafsiran yang salah kaprah terhadap Islam, dimana pada masa ini banyak sikap pasif terhadap agama yang dilihat orang Melayu sebagai menjamin masa depan tanpa perlu berusaha, cukup menyerah pada takdir dan usaha untuk mengembangkan karir hidupnya, hanya dengan mencukupi biaya hidup dalam jangka pendek.
Bila diteliti pula tentang budaya Melayu yang ingin menjalin antara etnis, biasanya perkawinan yang dianggap paling selaras adalah pekawinan antara dua komponen yang berbeda suku namun masih dalam satu agama. Perkawinan semacam ini dianggap selaras atau sekupu, karena antara dua belah pihak masih memiliki satu visi dan misi, seiman dan seagama dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.
Bagi Badlington, kaum-kaum lain di Singapura telah berubah sedangkan orang melayu tinggal beku dan tinggal sejarah, dikekang oleh nilai-nilai budaya mereka. Nilai-nilai yang dibincangkan oleh Badlington terdiri hanya dari pada yang dianggapnya sebagai negative bagi kemajuan orang Melayu. Nilai-nilai ini digambarkan sebagai cirri-ciri budaya yang kekal dan diretifikasi secara abstrak dari pada konteks social dan materialnya. Menanggapi isi dari pada desertasi Badlington, yang secara umum memarginalkan kertepurukan ekonomi orang Melayu dilatarbelakangi oleh adanya budaya yang kaku dan katalis yang nota bene bersumber dari syariat Islam berupa Al-Qur’an dan Hadist, perlu disanggah keabsahannya. Justru sebenarnya penjelasan-penjelasan kemunduran Melayu bukan semata-mata berasal dari sumber budaya Melayu yang juga melibatkan tafsiran Al-Qur’an.
Akan tetapi juga berasal dari diskriminasi dan perbedaan kesempatan yang diberikan kepada orang Melayu dan etnis Cina pada awal 1970-an. Memang harus diakui bahwa mundurnya social budaya orang Melayu dan minimnya semangat untuk bekerja, khususnya menyoroti kaum wanitanya disebabkan masih dangkalnya pemikiran dan interfretasi umat dalam memahami syariat. Khususnya tafsiran yang salah kaprah terhadap Islam, dimana pada masa ini banyak sikap pasif terhadap agama yang dilihat orang Melayu sebagai menjamin masa depan tanpa perlu berusaha, cukup menyerah pada takdir dan usaha untuk mengembangkan karir hidupnya, hanya dengan mencukupi biaya hidup dalam jangka pendek.
Bila diteliti pula tentang budaya Melayu yang ingin menjalin antara etnis, biasanya perkawinan yang dianggap paling selaras adalah pekawinan antara dua komponen yang berbeda suku namun masih dalam satu agama. Perkawinan semacam ini dianggap selaras atau sekupu, karena antara dua belah pihak masih memiliki satu visi dan misi, seiman dan seagama dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.
3) Politik
Mencermati akar persoalan yang sering muncul dikalangan minoritas muslim, mengingat serangkaian konflik antara pihak minoritas dengan mayoritas biasanya terletak pada tarik-menarik kepentingan di tingkat politik. Umat Islam pada umumnya menyakini bahwa agama mereka diturunkan oleh tuhan untuk mengatur kehidupan umat manusia baik ditingkat individu maupun kolektif. Oleh sebab itu, umat Islam Singapura menginginkan agar pendirian sebuah partai disesuaikan dengan kepentingan-kepetingan berdasarkan keyakinan dan keimanan yang dipegangi bersama, yang di yakini memancarkan identitas, kesatuan, dan solidaritas kepada sesama muslim.
Ada dua partai politik yang berdasarkan etnis melayu yaitu Persatuan Melayu Singapura dan Pertumbuhan Kebangsaan Melayu-Singapura. Namun dalam perjalanannya, kedua partai ini tidak mendapatkan tempat dihati pemilih, temasuk dimayoritas Melayu-Muslim sendiri. Partai yang berbasis agama dan etnis di Singapura tidak dapat berkembang dengan baik, apalagi berharap menjadi pemenang. Selama ini, hanya PAP lah partai politik utama masyarakat melayu Muslim Singapura.
Dalam konteks politik yang lebih luas, melayu Muslim belum mendapatkan refresentasi politik sesuai dengan keinginan mereka. Sampai saat ini, hanya satu anggota cabinet yang berasal dari kelompok Islam dan amat minim yang bisa duduk di parlemen, akibat dari pemerataan penduduk Melayu-Muslim dengan Cina sehingga sulit bagi muslim untuk menjadi calon anggota legeslatif. Secara umum dapat dikatakan bahwa, dari sisi politik, Muslim Singapura masih menyisakan persoalan. Namun demikian, dilihat dari realitas yang terjadi di tengah masyarakat, isu politik boleh dikatakan tidak terlalu menarik bagi mereka, karena mereka berada pada posisi minoritas. Strategi perjuangan politis masih dianggap belum dapat membawa banyak keuntungan bagi masa depan mereka
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Setelah Singapura memisahkan diri dengan Malaysia, masyarakat muslim di Singapura menjadi minoritas. Dalam bidang politik, masyarakat Melayu menyadari posisinya yang minoritas, sehingga mereka mengambil garis moderat, loyal, dan partisipatif. Namun kecurigaan dan memandang rendah pada etnis Melayu atau masyarakat muslim Melayu kadang-kadang juga muncul. Menyadari ketertinggalannya tersebut, pemerintah dan tokoh-tokoh Islam mengadakan berbagai upaya peningkatan dalam berbagai aspek.
Pada tahap awal proses Islamisasi, Islam diidentikkan dengan agamanya orang Melayu. Dalam hal ini karena Islam menjadi agama yang dianut oleh sultan di Malaka, yang juga pernah singgah di Singapura ketika lari dari Palembang, dan kemudian mendirikan kesultanan Malaka dan menjadi Muslim. Identifikasi Melayu dan Sultan ini memberikan kemungkinan awal dari perkembangan Islam di Singapura. Sekalipun demikian, dalam beberapa abad kemudian (kurang lebih 4 abad), Singapura menjadi daerah yang tidak bertuan. Dan penghuni pulau Singapura adalah para perompak laut.
Pada tahap kedua, proses Islamisasi terjadi terutama setelah Singapura menjadi pilihan Raffles sebagai basis perdagangan Inggris di belahan timur. Singapura kemudian berkembang menjadi pusat perdagangan yang menarik minat Muslim Melayu di sekitarnya dan juga pedagang-pedagang Muslim Arab dan India untuk bermigran ke Singapura. Sejak itulah, awal abad 19, proses pembentukan peradaban Islam di Singapura berlangsung sampai sekarang. Dengan dimotori oleh migran Arab dan India, juga dukungan Muslim Melayu, Islam berkembang di Singapura membangun citra dirinya. Seiring dengan perjalan sejarahnya, komunitas Muslim memainkan peran dalam perkembangan pembaharuan Islam di kawasan Asia Tenggara. Tercatat penerbitan majalah dan buku yang memiliki muatan refomis dipublikasikan dari Singapura. Bersamaan dengan itu, untuk memenuhi kebutuhan dalam melaksanakan ajaran Islam, Muslim Singapura telah mendapatkan perhatian dari pemerintahdengan sejumlah kelembagaan Muslimnya, yang dewasa ini kita kenal seperti AMLA dan MUIS. Di bawah MUIS itulah dikoordinasikan berbagai kelembagaan yang menunjang kelangsungan kehidupan umat Islam Singapura. Sebagai kelompok minoritas, tentu ada pilihan-pilihan nyata yang dihadapi Muslim Singapura. Dalam hal ini nampaknya umat Islam Singapura lebih mengambil sikap dan pilihan yang adaptasionis dan kerjasama ketimbang melepaskan diri dari ikatan nasional Singapura.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik dan Sharon Siddique (ed.). Tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara. Terj. Rochman Achwan. Jakarta: LP3ES,1988
Abd. Ghopur, Handout Mata Kuliah Study Islam Asia Tenggara
Asmal May dan Aripudin, Handoud Mata Kuliah Sejarah Islam Asia Tenggara
Munzir Hitami, Sejarah Islam Asia Tenggara, (Pekanbaru: Alaf Riau, 2006)
Suhaimi, M.Ag, Sejarah Islam Asia Tenggara, Unri Press, Cetakan Kedua, 2010,
Suhaimi, Cahaya Islam Di Ufuk Asia Tenggara, Pekanbaaru, Suska Perss UIN Suska Riau, 2008
Taufiq abdullah(Ed.), Islam Di-Indonesia, Tinta Mas Jakarta, 1974
[1] Munzir Hitami, Sejarah Islam Asia Tenggara, (Pekanbaru: Alaf Riau, 2006), hlm. 32.
[2] Iik Arifin Mansurnoor dan Drs. Dadi Damadi, “Minoritas Islam” dalam Ensklopedi Tematis Dunia Islam: Asia Tenggara, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002) hlm:464
[3] M Ali Kettani, Minoritas Muslim: di Dunia Dewasa Ini, (Terj) Zarkowi Soejoeti, (Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2005) hlm:222-223
[4] Iik Arifin Mansurnoor Op.cit., hlm: 465
[5] http://akaminissa.wordpress.com/2010/02/23/muslim-di-singapura/
[6] M Ali Kettani Op.cit., hlm: 221
[7] Richard C. Martin, Encyclopedia of Islam and the Muslim World: Volume 2 M-Z, (New York: Macmillan Reference USA, 2004) hlm: 582
0 Response to "Islam Di Singapura 3 : Posisi Melayu-Muslim di Singapura, pertanyaan tentang islam di singapura agama di singapura suku di singapura komposisi etnis singapura mayoritas agama di malaysia menteri agama singapura kota singapura karya seni singapura"
Post a Comment