بسم الله الرحمن الرحيم، الحمد لله رب العالمين، اللهم صل على سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد ، لا إله إلا أنت سبحانك إني كنت من الظالمين

Masalah Pengelolaan Kelas, masalah pengelolaan kelas pdf perbedaan masalah pengajaran dan masalah pengelolaan kelas masalah individu dalam pengelolaan kelas contoh masalah di kelas dan cara mengatasinya pendekatan pengelolaan kelas masalah dalam kelas dan upaya pemecahannya masalah yang sering muncul dalam pengelolaan kelas dan solusinya tantangan manajemen kelas Navigasi Halaman

Masalah Pengelolaan Kelas,  jenis-jenis masalah pengelolaan kelas, pendekatan-pendekatan pengelolaan kelas

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik. Permasalahan belajar adalah segala masalah yang terjadi selama proses belajar itu sendiri. Masalah-masalah belajar tetap akan dijumpai. Hal ini merupakan pertanda bahwa belajar merupakan kegiatan yang dinamis, sehingga perlu secara terus menerus mencermati perubahan-perubahan yang terjadi pada siswa.
Agar aktivitas – aktivitas pembelajaran yang dilakukan guru dapat lebih terarah, dan guru dapat memahami persoalan- persoalan belajar yang sering kali atau pada umumnya terjadi dikebanyakan siswa dalam berbagai bentuk aktivitas pembelajaran, maka akan lebih baik bilamana guru memiliki bekal pemahaman tentang masalah – masalah belajar.
Pemahaman tentang masalah belajar memungkinkan guru dapat mengantisipasi berbagai kemungkinan munculnya masalah yang dapat menghambat tercapainya tujuan pembelajaran. Kita sebagai calon seorang guru harus mengetahui masalah-masalah yang di hadapi siswa, terutama siswa di sekolah menengah yang rentan dengan masalah belajar. Hal ini bertujuan agar kita memperoleh gambaran secara rinci mengenai berbagai permasalahan belajar.Oleh karena itu maka perlu di jelaskan lebih lanjut mengenai masalahmasalah dalam lokal dan pendekatannya.
B.    Rumusan Masalah


1.    Apa sajakah jenis-jenis masalah pengelolaan kelas?
2.    Apa saja pendekatan-pendekatan pengelolaan kelas?

C.    Tujuan Penulisan
1.    Untuk mengetahui jenis-jenis masalah pengelolaan kelas.
2.    Untuk mengetahui pendekatan-pendekatan pengelolaan kelas.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Masalah-Masalah Pengelolaan Kelas

Pengelolaan kelas adalah penciptaan kondisi yang memungkinkan terselenggaranya kegiatan belajar dengan baik. Dalam pengelolaan kelas dapat terjadi masalah bersumber dari kondisi tempat belajar dan pelajar yang terlibat dalam belajar Kondisi tempat belajar misalnya bisa berupa ruang kotor, papan tulis rusak, meja kursi rusak, dan sebagainya dapat mengganggu belajar.
Dalam menangani tugasnya, guru-guru sering menghadapi permasalahan dengan kegiatan-kegiatan didalam kelasnya. Permasalahan ini meliputi dua jenis juga, yaitu yang menyangkut pengajaran dan yang menyangkut pengelolaan kelas. Guru-guru harus mampu membedakan kedua permasalahan itu dan menemukan pemecahannya secara tepat. Amat sering terjadi guru-guru menangani masalah yangbersifat pengajaran dengan pemecahan yang bersifat pengelolaan dan sebaliknya. Misalnya, seorang guru berusaha membuat penyajian pelajaran lebih menarik agar siswa yang sering tidak masuk menjadi lebih tertarik untuk menghadiri pelajaran itu, padahal siswa tersebut tidak senang berada di kelas itu karena dia merasa tidak diterima oleh kawan-kawannya. Pemecahan seperti ini tentu saja tidak tepat. “Membuat pelajaran lebih menarik” adalah permasalahan pengajaran, sedangkan “diterima atau tidak diterima oleh kawan” adalah permasalahan pengelolaan. Masalah pengajaran harus ditangani dengan pemecahan yang bersifat pengajaran dan masalah pengelolaan harus ditangani dengan pemecahan yang bersifat pengelolaan.
Untuk dapat menangani masalah-masalah pengelolaan kelas secara efektif guru harus mampu:
1.    Mengenali secara tepat berbagai jenis masalah pengelolaan kelas baik yang bersifat perorangan maupun kelompok;
2.    Memahami pendekatan mana yang cocok dan tidak cocok untuk jenis masalah tertentu.
3.    Memilih dan menetapkan pendekatan yang paling tepat untuk memecahkan masalah yang dimaksud.
Dalam salah satu tulisannya Raka Joni mengupas tentang pengelolaan kelas. Menurutnya pengelolaan kelas merupakan salah satu keterampilan penting yang harus dikuasai guru. Pengelolaan kelas berbeda dengan pengelolaan pembelajaran. Pengelolaan pembelajaran lebih menekankan pada kegiatan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan tindak lanjut dalam suatu pembelajaran. Sedangkan pengelolaan kelas lebih berkaitan dengan upaya-upaya untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar (pembinaan rapport, penghentian perilaku peserta didik yang menyelewengkan perhatian kelas, pemberian ganjaran, penyelesaian tugas oleh peserta didik secara tepat waktupenetapan norma kelompok yang produktif), didalamnya mencakup pengaturan orang (peserta didik) dan fasilitas.
Ada dua jenis masalah pengelolaan kelas, yaitu yang bersifat perorangan atau individual dan yang bersifat kelompok.  Disadari bahwa masalah perorangan atau individual dan masalah kelompok seringkali menyatu dan amat sukar dipisahkan yang satu dari yang lain. Namun demikian, pembedaan antara kedua jenis masalah itu akan bermanfaat, terutama apabila guru ingin mengenali dan menangani permasalahan yang ada dalam kelas yang menjadi tanggungjawabnya.

Masalah pengelolaan kelas tersebut, yaitu :

1.    Masalah Individual :

Penggolongan masalah individual ini didasarkan atas anggapan dasar bahwa tingkah laku manusia itu mengarah pada pencapaian suatu tujuan. Setiap individu memiliki kebutuhan dasar untuk memiliki dan untuk merasa dirinya berguna. Jika seorang individu gagal mengembangkan rasa memiliki dan rasa dirinya berharga maka dia akan bertingkah laku menyimpang. Ada empat jenis penyimpangan tingkah laku, yaitu tingkah laku menarik perhatian orang lain, mencari kekuasaan, menuntut balas dan memperlihatkan ketidakmampuan. Keempat tingkah laku ini diurutkan makin lama makin berat. Misalnya, seorang anak yang gagal menarik perhatian orang lain boleh jadi menjadi anak yang mengejar kekuasaan.

-    Attention getting behaviors (pola perilaku mencari perhatian).

Seorang siswa yang gagal menemukan kedudukan dirinya secara wajar dalam suasana hubungan sosial yang saling menerima biasanya (secara aktif ataupun pasif) bertingkah laku mencari perhatian orang lain. Tingkah laku destruktif pencari perhatian yang aktif dapat dijumpai pada anak-anak yang suka pamer, melawak(memperolok), membuat onar, memperlihatkan kenakalan, terus menerus bertanya; singkatnya, tukang rewel. Tingkah laku destruktif pencari perhatian yang pasif dapat dijumpai pada anak-anak yang malas atau anak-anak yang terus meminta bantuan orang lain.

-    Power seeking behaviors (pola perilaku menunjukkan kekuatan/kekuasaan)

Tingkah laku mencari kekuasaan sama dengan perhatian yang destruktif, tetapi lebih mendalam. Pencari kekuasaan yang aktif suka mendekat, berbohong, menampilkan adanya pertentangan pendapat, tidak mau melakukan yang diperintahkan orang lain dan menunjukkan sikap tidak patuh secara terbuka. Pencari kekuasaan yang pasif tampak pada anak-anak yang amat menonjolkan kemalasannya sehingga tidak melakukan apa-apa sama sekali. Anak-anak ini amat pelupa, keras kepala, dan secara pasif memperlihatkan ketidakpatuhan.

-    Revenge seeking behaviors (pola perilaku menunjukkan balas dendam).

Siswa yang menuntut balas mengalami frustasi yang amat dalam dan tidak menyadari bahwa dia sebenarnya mencari sukses dengan jalan menyakiti orang lain. Keganasan, penyerangan secara fisik (mencakar, menggigit, menendang) terhadap sesama siswa, petugas atau pengusaha, ataupun terhadap binatang sering dilakukan anak-anak ini. Anak-anak seperti ini akan merasa sakit kalau dikalahkan, dan mereka bukan pemain-pemain yang baik (misalnya dalam pertandingan). Anak-anak yang suka menuntut balas ini biasanya lebih suka bertindak secara aktif daripada pasif. Anak-anak penuntut balas yang aktif sering dikenal sebagai anak-anak yang ganas dan kejam, sedang yang pasif dikenal sebagai anak-anak pencemberut dan tidak patuh (suka menetang).

-    Helplessness (peragaan ketidakmampuan).

Siswa yang memperlihatkan ketidakmampuan pada dasarnya merasa amat tidak mampu berusaha mencari sesuatu yang dikehendakinya (yaitu rasa memiliki) yang bersikap menyerah terhadap tantangan yang menghadangnya; bahkan siswa ini menganggap bahwa yang ada dihadapannya hanyalah kegagalan yang terus menerus. Perasaan tanpa harapan dan tidak tertolong lagi ini biasanya diikuti dengan tingkah laku mengundurkan atau memencilkan diri. Sikap yang memperlihatkan ketidakmampuan ini selalu berbentuk pasif.
Keempat masalah individual tersebut akan tampak dalam berbagai bentuk tindakan atau perilaku menyimpang, yang tidak hanya akan merugikan dirinya sendiri tetapi juga dapat merugikan orang lain atau kelompok. 

Ada empat teknik sederhana untuk mengenali adanya masalah-masalah individu seperti diuraikan diatas pada diri para siswa.

a.    Jika guru merasa terganggu (atau bosan) dengan tingkah laku seorang siswa, hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah mencari perhatian.Jika guru merasa terancam (atau merasa dikalahkan), hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah mencari kekuasaan.
b.    Jika guru merasa amat disakiti, hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah menuntut balas.
c.    Jika guru merasa tidak mampu menolong lagi, hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah ketidakmampuan. Ditekankan, guru hendaknya benar-benar mampu mengenali dan memahami secara tepat arah tingkah laku siswa-siswa yang dimaksud (apakah tingkah laku siswa itu mengarah ke mencari perhatian, mencari kekuasaan, menuntut balas, atau memperlihatkan ketidakcampuran) agar guru itu mampu menangani masalah siswa secara tepat pula.

2.    Masalah kelompok

Dikenal adanya tujuh masalah kelompok dalam kaitannya dengan pengelolaan kelas :

-    Kurangnya kekompakan

Kurangnya kekompakan kelompok ditandai dengan adanya kekurang-cocokkan (konflik) diantara para anggota kelompok. Konflik antara siswa-siswa dari kelompok yang berjenis kelamin atau bersuku berbeda termasuk kedalam kategori kekurang-kompakan ini. Dapat dibayangkan bahwa kelas yang siswa-siswa tidak kompak akan beriklim tidak sehat yang diwarnai oleh adanya konflik, ketegangan dan kekerasan. Siswa-siswa di kelas seperti ini akan merasa tidak senang dengan kelompok kelasnya sehingga mereka tidak merasa tertarik dengan kelas yang mereka duduki itu. Para siswa tidak saling bantu membantu.

-    Kekurangmampuan mengikuti peraturan kelompok

Jika suasana kelas menunjukkan bahwa siswa-siswa tidak mematuhi aturan-aturan kelas yang telah ditetapkan, maka masalah yang kedua muncul, yaitu kekurang-mampuan mengikuti peraturan kelompok. Contoh-contoh masalah ini ialah berisik; bertingkah laku mengganggu padahal pada waktu itu semua siswa diminta tenang; berbicara keras-keras atau mengganggu kawan padahal waktu itu semua siswa diminta tenang bekerja di tempat duduknya masing-masing; dorong-mendorong atau menyela waktu antri di kafetaria dan lain-lain.

-    Reaksi negatif terhadap sesama anggota kelompok

Reaksi negatif terhadap anggota kelompok terjadi apabila ekspresi yang bersifat kasar yang dilontarkan terhadap anggota kelompok yang tidak diterima oleh kelompok itu, anggota kelompok yang menyimpang dari aturan kelompok atau anggota kelompok yang menghambat kegiatan kelompok. Anggota kelompok dianggap “menyimpang” ini kemudian “dipaksa” oleh kelompok itu untuk mengikuti kemauan kelompok.

-    Penerimaan kelas (kelompok) atas tingkah laku yang menyimpang.

Penerimaan kelompok (kelas) atas tingkah laku yang menyimpang terjadi apabila kelompok itu mendorong timbulnya dan mendukung anggota kelompok yang bertingkah laku menyimpang dari norma-norma sosial pada umumnya. Contoh yang amat umum ialah perbuatan memperolok-olokan (memperlawakkan), misalnya membuat gambar-gambar yang “lucu” tentang guru. Jika hal ini terjadi maka masalah kelompok dan masalah perorangan telah berkembang dan masalah kelompok kelihatannya lebih perlu mendapat perhatian.

-    Kegiatan anggota atau kelompok yang menyimpang dari ketentuan yang telah ditetapkan, berhenti melakukan kegiatan atau hanya meniru-niru kegiatan orang (anggota) lainnya saja.

Masalah kelompok anak timbul dari kelompok itu mudah terganggu dalam kelancaran kegiatannya. Dalam hal ini kelompok itu mereaksi secara berlebihan terhadap hal-hal yang sebenarnya tidak berarti atau bahkan memanfaatkan hal-hal kecil untuk mengganggu kelancaran kegiatan kelompok itu. Contoh yang sering terjadi ialah para siswa menolak untuk melakukan karena mereka beranggapan guru tidak adil. Jika hal ini terjadi, maka suasana diwarnai oleh ketidaktentuan dan kekhawatiran.

-    Ketiadaan semangat, tidak mau bekerja, dan tingkah laku agresif atau protes.

Masalah kelompok yang paling rumit ialah apabila kelompok itu melakukan protes dan tidak mau melakukan kegiatan, baik hal itu dinyatakan secara terbuka maupun terselubung. Permintaan penjelasan yang terus menerus tentang sesuatu tugas, kehilangan pensil, lupa mengerjakan tugas rumah atau tugas itu tertinggal di rumah, tidak dapat mengerjakan tugas karena gangguan keadaan tertentu, dan lain-lain merupakan contoh-contoh protes atau keengganan bekerja. Pada umumnya protes dan keengganan seperti itu disampaikan secara terselubung dan penyampaian secara terbuka biasanya jarang terjadi.

-    Ketidakmampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan

Ketidak-mampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan terjadi apabila kelompok (kelas) mereaksi secara tidak wajar terhadap peraturan baru atau perubahan peraturan, pengertian keanggotaan kelompok, perubahan peraturan, pengertian keanggotaan kelompok, perubahan jadwal kegiatan, pergantian guru dan lain-lain. Apabila hal itu terjadi sebenarnya para siswa (anggota kelompok) sedang mereaksi terhadap suatu ketegangan tertentu; mereka menganggap perubahan yang terjadi itu sebagai ancaman terhadap keutuhan kelompok. Contoh yang paling sering terjadi ialah tingkah laku yang tidak sedap pada siswa terhadap guru pengganti, padahal biasanya kelas itu adalah kelas yang baik.

3.    Pendekatan-Pendekatan dalam Pengelolaan Kelas

Untuk mengatasi masalah dalam pengelolaan kelas di atas, ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan :

a.    Behavior – Modification Approach (Behaviorism Apparoach)

Asumsi yang mendasari penggunaan pendekatan ini adalah bahwa perilaku “baik” dan “buruk” individu merupakan hasil belajar. Upaya memodifikasi perilaku dalam mengelola kelas dilakukan melalui pemberian positive reinforcement (untuk membina perilaku positif) dan negative reinforcement (untuk mengurangi perilaku negatif). Kendati demikian, dalam penggunaan reinforcement negatif seyogyanya dilakukan secara hati-hati, karena jika tidak tepat malah hanya akan menimbulkan masalah baru.

b.    Socio-Emotional Climate Approach (Humanistic Approach)

Asumsi yang mendasari penggunaan pendekatan ini adalah bahwa proses belajar mengajar yang baik didasari oleh adanya hubungan interpersonal yang baik antara peserta didik – guru dan atau peserta didik – peserta didik dan guru menduduki posisi penting bagi terbentuknya iklim sosio-emosional yang baik.
Dalam hal ini, Carl A. Rogers mengemukakan pentingnya sikap tulus dari guru (realness, genuiness, congruence); menerima dan menghargai peserta didik sebagai manusia (acceptance, prizing, caring, trust) dan mengerti dari sudut pandangan peserta didik sendiri (emphatic understanding).
Selain itu juga dikemukakan William Glasser bahwa guru sebaiknya membantu mengarahkan peserta didik untuk mendeskripsikan masalah yang dihadapi; menganalisis dan menilai masalah; menyusun rencana pemecahannya; mengarahkan peserta didik agar committed terhadap rencana yang telah dibuat memupuk keberanian menanggung akibat “kurang menyenangkan”; serta membantu peserta didik membuat rencana penyelesaian baru yang lebih baik.
Sementara itu, Rudolf Draikurs mengemukakan pentingnya Democratic Classroom Process, dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk dapat memikul tanggung jawab; memperlakukan peserta didik sebagai manusia yang dapat secara bijak mengambil keputusan dengan segala konsekuensinya; dan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menghayati tata aturan masyarakat.

c.    Group Process Approach

Asumsi yang mendasari penggunaan pendekatan ini adalah bahwa pengalaman belajar berlangsung dalam konteks kelompok sosial dan tugas guru adalah membina dan memelihara kelompok yang produktif dan kohesif. Richard A. Schmuck & Patricia A. Schmuck mengemukakan prinsip – prinsip dalam penerapan pendekatan group proses, yaitu : (a)mutualexpectations; (b) leadership; (c) attraction (pola persahabatan); (c) norm; (d) communication; (d) cohesiveness.

d.    Pendekatan Otoriter

Pandangan yang otoriter dalam pengelolaan kelas merupakan seperangkat kegiatan guru untuk nienciptakan dan mempertahankan ketertiban suasana kelas. Pengelolaan kelas sebagai proses untuk mengontrol tingkah laku siswa ke arah disiplin. Bila timbul masalah-masalah yang merusak ketertiban atau kedisplinan kelas, maka perlu adanya pendekatan:
1.    perintah dan larangan
2.    penekanan dan penguasaan
3.    penghukuman dan pengancaman
4.    Pendekatan perintah dan larangan
e.    Pendekatan Permisif

Pendekatan yang primisif dalam pengelolaan kelas merupakan seperangkat kegiatan pengajar yang memaksimalkan kebebasan pembelajar untuk melakukan sesuatu. Sehingga pembelajar bila kebebasan ini dihalangi dapat menghambat perkembangan pembelajar. Berbagai bentuk pendekatan dalam pelaksanaan pengelolaan kelas ini banyak menyerahkan segala inisiatif dan tindakan pada diri pembelajar.
1.    Tindakan pendekatan pengalihan dan pemasabodohan merupakan tindakan yang bersifat premisif. Dari tindakan pendekatan ini muncul hal-hal yang kurang disadari oleh pembelajar:
2.    Meremehkan sesuatu kejadian, atau tidak melakukan apa-apa sama sekali
3.    Memberi peluang kemalasan dan menunda pekerjaan .
4.    Menukar dan mengganti susunan kelompok tanpa melalui prosedur yang sebenarnya
5.    Menukar kegiatan salah satu pembelajar, digantikan oleh orang lain
6.    Mengalihkan tanggung jawab kelompok kepada seorang anggota.
f.    Pendekatan membiarkan dan memberi kebebasan

Sekali lagi pengajar memandang pembelajar telah mampu meiakiikan sesuatu dengan prosedur yang benar. “Biarlah mereka bekerja sendiri dengan bebas”, Tapi ternyata setelah dibandingkan dengan kelompok lainnya kurang atau malahan lebih rendah. Kedua pendekatan inipun kurang menguntungkan, tanpa kontrol dan pengajar bersikap serta memandang ringan terhadap gejala-gejala yang muncul. Pihak pengajar dan pembelajar tampak bebas, kurang memikat.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari pembahasan makalah kami, dapat disimpulkan bahwa:
Masalah-masalah yang sudah dijelaskan diatas merupakan masalah-masalah yang berkaitan dengan masalah individual peserta didik, sedangkan yang menyangkut kelompok yaitu kelas kurang kohesif atau kurangnya kepaduan antar sesama. Hal ini biasanya dikarenakan alasan jenis kelamin, suku, tingkatan, sosial ekonomi, dan sebagainya.
Pendekatan dalam manajemen kelas oleh guru dapat dilakukan dengan berbagai ciri, diantaranya yaitu pendekatan otoriter. Pada pendekatan ini guru merasa bahwa siswa perlu diawasi dan diatur. Pendekatan intimidasi dilakukan untuk mengawasi siswa dan menertibkan siswa dengan cara intimidasi. Selanjutnya yaitu pendekatan permisif, yaitu guru melakukan pendekatan dengan memberikan kebebasan kepada siswa mengenai apa yang ingin dilakukan siswa, sedangkan guru hanya memantau. Jika guru menggunakan pendekatan resep masakan berarti siswa harus mengikuti dengan tertib dan tepat hal-hal yang sudah ditentukan, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Guru juga bisa menggunakan pendekatan pengajaran yang bisa dilakukan dengan menyusun rencana pengajaran dengan tepat untuk menghindari permasalahan perilaku siswa yang tidak diharapkan.
Selain itu, ada juga pendekatan modifikasi perilaku yang mengupayakan perubahan perilaku yang positif pada siswa. Pendekatan iklim sosio-emosional lebih mengutamakan hubungan sosial yang terjadi antara guru dan murid, yaitu saling menjalin hubungan yang positif antara guru dan siswa. Yang terakhir adalah pendekatan sistem proses kelompok atau dinamika kelompok yang berusaha meningkatkan dan memelihara kelompok kelas yang efektif dan produktif.
B.    Saran
Demikanlah hasil makalah ini, kami  menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran sangat kami harapkan dari pembaca semuanya.
Akhirnya kami ucapkan terimah kasih. Billahi taufiq wal hidayah, wassalamualaikum. Wr. Wb.
DAFTAR PUSTAKA

Mudassir. 2011. Manajemen kelas. Nusa Media Yogyakarta
Manan Rahman. MenejemenKelas. (Jakarta: ProyekPendidikan Guru SD,1998)
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2197011-masalah-pengelolaan-kelas, diaksestgl: 27-03-2012
http://blog.tp.ac.id/tag/pengertian-masalah-sosial-dlm-sistem-pembelajaran-klasikal, diaksestgl: 27-03-2012

Related Post:




0 Response to "Masalah Pengelolaan Kelas, masalah pengelolaan kelas pdf perbedaan masalah pengajaran dan masalah pengelolaan kelas masalah individu dalam pengelolaan kelas contoh masalah di kelas dan cara mengatasinya pendekatan pengelolaan kelas masalah dalam kelas dan upaya pemecahannya masalah yang sering muncul dalam pengelolaan kelas dan solusinya tantangan manajemen kelas Navigasi Halaman"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel