Harta Hak dan Milik, dasar hukum harta hak milik dan kepemilikan perbedaan hak dan milik makalah hak milik dalam islam pertanyaan tentang hak milik dalam islam pertanyaan tentang harta dan kepemilikan pertanyaan tentang hak milik fiqih muamalah makalah hak milik dan akad hak milik dan permasalahannya
Monday, July 16, 2018
Add Comment
pengertian harta, hak dan milik, pembagian harta, cara memperoleh harta dan pemanfaatan harta, sebab-sebab pemilikan harta, Hikmah kepemilikan harta, Fungsi Harta
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia menurut tabiatnya adalah makhluk social. Ia tidak bisa hidup sendiri, melainkan harus berinteraksi dengan yang lainnya. Ia memerlukan bantuan orang lain dan ia juga diperlukan oleh yang lainnya. Makhluk yang hidup sendiri hanyalah binatang.
Dalam melakukan interaksi antara manusia yang satu dengan yang lainnya, yang menjadi objeknya adalah harta (mal). Dalam jual beli misalnya, yang menjadi objeknya adalah barang yang dijual (al-mabi’) dan uang harga barang (ats-tsaman). Baik al-mabi’ maupun ats-tsaman, kedua-duanya adalah harta (al-mal).
Dalam hak milik harus dilandasi oleh aspek-aspek keimanan dan moral serta dijabarkan dalam aturan-aturan hukum, agar ada keadilan dan kepastian. Islam telah menetapkan adanya hak milik perseorangan maupun kelompok terhadap harta yang dihasilkan dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum syara’. Islam juga menetapkan cara-cara melindungi hak milik ini, baik melindungi dari pencurian, perampokan, perampasan yang disertai dengan sanksinya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi harta, hak dan milik ?
2. Ada berapa pembagian harta ?
3. Bagaimana cara memperoleh harta dan pemanfaatan harta ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Harta (مال)
Harta dalam bahasa Arab disebut al-mal, berasal dari kata مال – يميل – ميلا yang menurut bahasa berarti condong, cenderung, atau miring. Al-mal juga diartikan sebagai segala sesuatu yang menyenangkan manusia dan mereka pelihara, baik dalam bentuk materi maupun manfaat.
Menurut bahasa umum, arti mal adalah uang atau harta. Adapun menurut istilah, ialah “segala benda yang berharga dan bersifat materi serta beredar di antara manusia”.
Menurut ulama Hanafiyah yang dikutip oleh Nasrun Haroen, al-mal (harta) adalah “segala yang diminati manusia dan dapat dihadirkan ketika diperlukan, atau segala sesuatu yang dapat dimiliki, disimpan, dan dimanfaatkan”.
Menurut jumhur ulama (selain ulama Hanafiyah) yang juga dikutip oleh Nasrun Haroen, al-mal (harta) adalah “segala sesuatu yang mempunyai nilai, dan dikenakan ganti rugi bagi orang yang merusak atau melenyapkannya”.
Dalam kandungan kedua definisi di atas terdapat perbedaan esensi harta yang dikemukakan oleh jumhur ulama dengan ulama Hanafiyah.
Menurut jumhur ulama harta itu tidak saja bersifat materi melainkan juga termasuk manfaat dari suatu benda. Akan tetapi, ulama Hanafiyah berpendirian bahwa yang dimaksud dengan harta itu hanya yang bersifat materi.
B. Pembagian Harta
Wahbah Zuhaili membagi harta kepada empat kelomppok, yaitu sebagai berikut:
a. Ditinjau dari segi boleh diambilnya manfaat atau tidak, harta terbagi kepada dua bagian:
1. Al-Mal Al-Mutaqawwim
Mall Mutaqwwim adalah “segala sesuatu yang boleh diambil manfaatnya menurut syara’”. Contohnya seperti benda-benda tetap (tanah, rumah), benda-benda bergerak (kursi, meja, mobil), dan jenis-jenis makanan, kecuali yang diharamkan.
2. Al-Mal Ghairu Al-Mutaqawwim
Mal Ghairu Mutaqawwim adalah “sesuatu yang tidak boleh diambil manfaatnya menurut syara’”. Harta ghairu mutaqawwim adalah kebalikan dari mutaqawwim, yakni yang tidak boleh diambil manfaatnya, baik jenisnya, cara memperolehnya, maupun penggunaannya. Misalnya, sepatu yang diperoleh dengan cara mencuri termasuk harta ghair mutaqawwim karena cara memperolehnya yang haram. Uang disumbangkan untuk tempat pelacuran termasuk harta ghairu mutaqawwim karena cara penggunaannya untuk yang diharapkan (maksiat).
b. Ditinjau dari segi tetap dan tidaknya, harta terbagi kepada dua bagian:
1. Al-Mal Al-‘Aqar (benda tetap)
‘Aqar adalah “benda (harta) yang tetap yang tidak mungkin dipindahkan dan diubah dari satu tempat ke tempat yang lain”. Contoh, seperti rumah, kebun,pabrik dan sawah.
2. Al-Mal Al-Manqul (benda bergerak)
Manqul (benda bergerak) adalah “segala sesuatu yang mungkin dipindahkan dari satu tempat ke tempat yang lain, baik ia tetap dalam bentuk kondisinya semula, maupun berubah bentuk dan kondisinya setelah dipindahkan”. Contohnya seperti emas, perak, perunggu, pakaian, dan kendaraan.
c. Ditinjau dari segi ada padanannya atau tidak, harta dapat dibagi kepada dua bagian:
1. Al-Mal Al-Mitsli
Mal mitsli adalah “harta yang memiliki persamaan di pasar tanpa perbedaan, atau ada perbedaan sedikit yang mudah diketahui oleh para pedagang dan orang-orang yang melakukan transaksi”. Contohnya seperti benda-benda yang ditakar, ditimbang, dan dihitung.
Harta mitsli ada empat macam:
a) Harta yang ditakar, seperti gandum, beras, dan gula.
b) Harta yang ditimbang, seperti kapas, besi, paku, dan semen.
c) Harta yang dihitung, seperti telur, dan buah durian.
d) Harta yang dijual dengan meter, seperti pakaian, papan, dan balok.
2. Al-Mal Al-Qimi
Al-Mal Al-Qimi adalah “harta yang tidak ada padanan atau persamaannya di pasar, atau ada persamaannya tetapi disertai perbedaan yang signifikan antara satuan-satuannya di dalam harganya”. Contoh harta qimi antara lain seperti binatang, pepohonan, tanah, batu-batu mulia, dan sebagainya.
Dengan kata lain, harta mitsli ialah harta yang jenisnya dapat diperoleh di pasar (secara persis), dan qimi ialah harta yang jenisnya sulit didapatkan di pasar, bisa diperoleh tapi jenisnya berbeda, kecuali dalam nilai harganya. Jadi, harta yang ada persamaannya disebut mitsli dan harta yang tidak ada persmaannya disebut qimi. Misalnya, seseorang membeli senjata api dari Rusia akan kesulitan mencari persamaannya di Indonesia, bahkan mungkin tidak ada. Maka senjata api Rusia di Indonesia termasuk harta qimi, tetapi harta tersebut di Rusia termasuk harta mitsli karena barang tersebut mudah diperoleh. Harta yang disebut mitsli dan qimi bersifat amat relative dan kondisional, artinya dapat saja di satu tempat atau negara menyebutnya qimi dan di tempat yang lain menyebutnya sebagai jenis harta mitsli.
d. Ditinjau dari segi masih tetapnya atau habis setelah dipakai, harta terbagi kepada dua bagian:
1. Al-Mal Al-Istihlaki
Mal istilakhi adalah harta yang tidak mungkin diambil manfatnya kecuali dengan cara menghabiskan barang. Contohnya seperti jenis makanan, minuman, dan kayu bakar.
2. Al-Mal Al-Isti’mali
Mal isti’mali adalah “sesuatu yang dapat digunakan berulang kali dan materinya tetap terpelihara”. Contohnya seperti kebun, tempat tidur, pakaian, sepatu.
Perbedaan jenis harta ini adalah bahwa harta istihlaki habis satu kali digunakan, sedangkan harta isti’mali tidak habis dalam satu kali pemanfaatan.
C. Kedudukan Harta
Ø Harta sebagai perhiasan kehidupan dunia (QS. Al-Kahfi : 46),
Ø Harta sebagai sarana untuk memenuhi kesenangan (QS. Ali-Imron : 14),
Ø Harta sebagai sarana untuk menghimpun bekal menuju kehidupan akhirat (QS. Al-Baqarah : 262),
Ø Harta sebagai salah satu keperluan hidup yang pokok bagi manusia,
Ø Harta sebagai cobaan (fitnah),
D. Fungsi Harta
Harta merupakan kebutuhan pokok bagi manusia, baik kebutuhan untuk makan, pakaian, maupun tempat tinggal. Untuk memenuhi kebutuhannya, manusia diperintahkan untuk berusaha mencari rezeki dan karunia Allah yang sudah tersedia di muka bumi ini. Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah : 29
هوا الذي خلق لكم ما فى الارض جميعا ثم استوى الى السماء فسو ىهن سبع سموت وهو بكل شيء عليم
Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumiuntuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahuisegala sesuatu.
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Allah telah menciptakan segala sesuatu yang ada di muka bumi ini untuk manusia. Tugas manusia adalah mencari dan kemudian mengolah bahan-bahan yang disediakan oleh Allah agar dapat dimanfaatkan untuk memenuhi tiga macam kebutuhannya tersebut.
Dari uraian tersebut dapat diambil intisari bahwa fungsi harta adalah untuk menopang kehidupan manusia karena tanpa harta kehidupan manusia tidak akan tegak. Selain itu, sebagaimana dikemukakan oleh Rachmat Syafi’I, fungsi harta antara lain:
1) Untuk kesempurnaan pelaksanaan ibadah mahdhah, seperti shalat memerlukan kain untuk menutup aurat, untuk pergi haji diperlukan uang untuk biaya transportasi, makan dan sebagainya. Untuk pelaksanaan zakat diperlukan harta yang cukup agar mencapai nishab.
2) Untuk memelihara, menjaga, dan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt.sebab godaan kemiskinan dan kefakiran bisa mendekatkan kepada kekafiran.
3) Untuk meneruskan estafet kehidupan, agar dengan harta yang cukup generasi yang akan datang tidak lemah karena berbagai kebutuhannya dipenuhi.
4) Untuk menyelaraskan anntara kehidupan dunia dan akhirat.
5) Untuk mengembanngkan dan menegakkan ilmu-ilmu, karena menuntut ilmu tanpa biaya akan terasa sulit.
6) Untuk keharmonisan hidup bernegara dan bermasyarakat, seperti orang yang kaya memberi pekerjaan kepada orang yang miskin.
7) Untuk menumbuhkan silaturahim, karena adanya perbedaan dan keperluan.
Dari uraian tersebut jelaslah bahwa harta merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh manusia, sehingga syara’ menjadikannya sebagai salah satu bagian dari lima jenis maqasid asy-syari’ah yang harus dipelihara dan dilindungi, yaitu:
a) Memelihara agama (hifzh ad-din)
b) Memelihara jiwa (hifzh an-nafs)
c) Memelihara akal (hifzh al-‘aql)
d) Memelihara kehormatan (hifzh al-ardh)
e) Memelihara harta (hifzh al-mal)
E. Pengertian Hak dan MIlik
Kata hak berasal dari bahasa Arab al-haqq, yang secara etimologi mempunyai beberapa pengertian yang berbeda, di antaranya berarti milik, ketetapan dan kepastian, menetapkan dan menjelaskan, bagian (kewajiban), dan kebenaran.
Dalam terminology fiqh terdapat beberapa pengertian al-haqq yang dikemukakan oleh para ulama fiqh, di antaranya menurut :
Wahbah Zuhaili “suatu hukum yang telah ditetapkan secara syara’”.
Syeikh Ali al-Kalif “kemaslahatan yang diperoleh secara syara’”
Mustafa Ahmad al-Zarqa “kekhususan yang ditetapkan syara’ atas suatu kekuasaan”
Ibn Nujaim “suatu kekhususan yang terlindung”.
Definisi yang komprehensif ialah definisi yang dikemukakan Ibn Nujaim dan Mustafa Ahmad al-Zarqa, karena kedua definisi itu mencakup berbagai macam hak, seperti hak Allah terhadap hamba-Nya (shalat, puasa, dll), hak-hak yang menyangkut perkawinan, hak-hak umum, seperti hak-hak negara, kehartabendaan dan nonmateri seperti hak perwalian atas seseorang.
Kata milik berasal dari bahasa Arab al-milk, yang secara etimologi berarti penguasaan terhadap sesuatu. Al-milk juga berarti sesuatu yang dimiliki (harta). Milk juga merupakan hubungan seseorang dengan suatu harta yang diakui oleh syara’, yang menjadikannya mempunyai kekuasaan khusus terhadap harta itu, sehingga ia dapat melakukan tindakan hukum terhadap harta tersebut, kecuali adanya halangan syara’.
Secara terminology, al-milk didefinisikan oleh Muhammad Abu Zahrah ialah “pengkhususan seseorang terhadap pemilik sesuatu benda menurut syara’ untuk bertindak secara bebas dan bertujuan mengambil manfaatnya selama tidak ada penghalang yang bersifat syara”.
Artinya, benda yang dikhususkan kepada seseorang itu sepenuhnya berada dalam pengasaannya, sehingga orang lain tidak boleh bertindak dan memanfaatkannya. Pemilik harta bebas untuk bertindak hukum terhadap hartanya.
Berdasarkan definisi tersebut, dapat dibedakan antara hak milik. Untuk lebih jelasnya dicontohkan sebagai berikut: seorang pengampu berhak menggunakan harta orang yang berada di bawah ampuannya. Pengampu berhak untuk membelanjakan harta itu dan pemiliknya adalah orang yang berada di bawah ampuannya. Dengan kata lain, tidak semua yang memiliki benda berhak menggunakan dan tidak semua yang punya hak penggunaan dapat memiliki.
Hak yang dijelaskan di atas adakalanya merupakan sulthah (kekuasaan) adakalanya berupa taklif (tanggunga jawab).
1. Sulthah terbagi dua, yaitu
Ø Sulthah ‘ala al-nafsi ialah hak seseorang terhadap jiwa, seperti hak hadhanah (pengasuhan anak)
Ø Sulthah ‘ala syaiin ialah hak manusia untuk memiliki sesuatu, seperti seseorang berhak memiliki sebuah mobil.
2. Taklif adalah orang yang bertanggung jawab. Taklif adakalanya tanggungan pribadi (‘ahdah syakhshiyyah), seperti seorang buruh menjalankan tugasnya, adakalanya tanggungan harta (ahdah maliyah), seperti membayar hutang.
F. Sebab-Sebab Pemilikan
Para ulama fiqh menyatakan bahwa ada empat cara pemilikan harta yang disyariatkan Islam:
1) Melalui penguasaan terhadap harta yang belum dimiliki seseorang atau lembaga hukum lainnya, yang dalam Islam disebut harta yang mubah. Disebut dengan istilah ihraz al-mubahat.
2) Melalui suatu transaksi yang ia lakukan dengan orang atau suatu lembaga hukum, seperti jual beli, hibah dan wakaf. Disebut dengan istilah al-‘uqud (‘aqad).
3) Melalui peninggalan seseorang, seperti menerima harta warisan dari ahli warisnya yang wafat. Disebut dengan istilah al-khalafiyah (pewarisan)
4) Hasil/buah dari harta yang telah dimiliki seseorang, sama ada hasil itu datang secara alami, seperti buah pohon di kebun, anak sapi yang lahir, dan bulu domba seseorang, atau melalui suatu usaha pemiliknya, seperti hasil usahanya sebagai pekerja, atau keuntungan dagang yang diperoleh seorang pedagang. Disebut dengan istilah al-tawallud min al-mamluk (berkembang biak).
G. Hikmah Kepemilikan
Dengan mengetahui cara-cara pemilikan harta menurut syari’at Islam banyak hikmah yang dapat digali untuk kemaslahatan hidup manusia, antara lain dalam garis besarnya:
1) Manusia tidak boleh sembarangan memiliki harta, tanpa mengetahui aturan-aturan yang berlaku yang telah disyariatkan Islam.
2) Manusia akan mempunyai prinsip bahwa mencari harta itu harus dengan cara-cara yang baik, benar dan halal.
3) Memiliki harta bukan hak mutlak bagi manusia, tetapi merupakan suatu amanah (titipan) dari Allah swt. yang harus digunakan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan hidup manusia dan disalurkan di jalan Allah untuk memperoleh rida-Nya.
4) Menjaga diri untuk tidak terjerumus kepada hal-hal yang diharamkan oleh syara’ dalam memiliki harta.
5) Manusia akan hidup tenang dan tentram apabila dalam mencari dan memiliki harta itu dilakukan dengan cara-cara yang baik, benar, dan halal, kemudian digunakan dan dimanfaatkan sesuai dengan panduan Allah swt.
0 Response to "Harta Hak dan Milik, dasar hukum harta hak milik dan kepemilikan perbedaan hak dan milik makalah hak milik dalam islam pertanyaan tentang hak milik dalam islam pertanyaan tentang harta dan kepemilikan pertanyaan tentang hak milik fiqih muamalah makalah hak milik dan akad hak milik dan permasalahannya"
Post a Comment