Al-Qur’an dan Wahyu , pengertian al qur'an dan wahyu pdf perbedaan wahyu,al quran dan mushaf hubungan alquran dengan wahyu jelaskan perbedaan antara wahyu dan al quran makalah tentang wahyu pdf pengertian wahyu dalam al quran materi tentang al qur an hubungan alquran dengan wahyu dan ilham
Monday, July 16, 2018
Add Comment
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Al-Qur’an diturunkan untuk membimbing manusia kepada tujuan yang terang dan jalan yang lurus, menegakkan suatu kehidupan yang didasarkan kepada keimanan kepada Allah dan risalahNya. Juga mengajar mereka dalam menyikapi sejarah masa lalu, kejadian-kejadian, dan tentang berita-berita masa depan.
Al-Qur’an tidak diturunkan langsung secara keseluruhan, tetapi berangsur-angsur. Diantara hikmah diturunkannya secara bertahap ini adalah agar menusia tidak sulit dalam memahami isi dan kandungannya.
Bagi Allah, bukan hal yang sulit dalam memilih di antara hamba-hamba-Nya, manusia yang memiliki jiwa jernih dan kodrati yang siap menerima sinar Ilahi, wahyu dari langit, dapat berinteraksi dengan makhluk yang lebih tingi, agar kepadanya diberikan suatu risalah yang dapat memenuhi keperluan manusia, ketinggian rasa, keluhuran rasa, keluhuran budi dan kekohohan dalam menjalankan hukum. Mereka itulah para rasul dan nabi Allah. Maka tidaklah aneh bila mereka dapat berhubungan dengan wahyu yang datang dari langit.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi Al-Qur’an dan Wahyu ?
2. Bagaimana cara wahyu diturunkan ?
3. Bagaimana hikmah wahyu diturunkan secara berangsur-angsur ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Al-Qur’an
Al-Qur’an menurut bahasa adalah bacaan atau yang dibaca.Al-Qur’an adalah “mashdar” yang diartikan dengan isim maf’ul, yaitu maqru’ (yang dibaca). Pengertian secara bahasa ini tidak disepakati sepenuhnya oleh para Ulama sebab sebagian ulama menyatakan bahwa Al-Qur’an bukanlah timbul dari kata-kata apapun, melainkan dia adalah nama khusus bagi “Kalamullah yang diturunkan kepada NabiNya Muhammad SAW sebagaimana halnya nama yang diberikanNya untuk kitab suci : Taurat, Zabur dan Injil”. Bila dibaca “Qur’an” (tanpa al di depannya) memang berarti nama bagi segala yang dibaca. Sedangkan ‘Al-Qur’an” hanyalah tertuju kepada firman Allah yang diturunkan dalam bahasa arab itu.
Dari ketiga definis tersebut dapatlah diperoleh kesimpulan bahwa unsur-unsur untuk menentukan apakah sesuatu itu disebut Al-Qur’an atau bukan dapat dilihat sebagai berikut :
1. Al-Qur’an itu haruslah firman Allah.
2. Al-Qur’an itu haruslah berbahasa arab, apabila tidak ditulis dan dilafalkan dengan bahasa arab maka itu bukanlah disebut Al-Qur’an.
3. Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai rasul terakhir dan yang dibawa oleh Malaikat Jibril.
4. Al-Qur’an itu haruslah diterima dari orang banyak kepada orang banyak (mutawatir).
5. Al-Qur’an itu haruslah yang tertulis dalam mushaf (Usmany), selain dari itu tidak disebut Al-Qur’an.
6. Al-Qur’an haruslah bersifat memberikan tantangan kepada siapapun yang berkeinginan hendak menandinginya. Artinya Al-Qur’an itu adalah tahan uji, tak dimungkinkan bisa ditandingi, dan tak mungkin terkalahkan.
7. Al-Qur’an dimulai dengan Surat Al-Fatihah dan ditutup dengan Surat An Nas.
8. Al-Qur’an itu adalah berpahala bagi yang membacanya, bukan seperti bacaan-bacaan yang lainnya.
2.2 Nama-Nama Al-Qur’an
Al-Qur’an sebagaimana dimaksud di atas memiliki nama-nama yang bukan hanya Al-Qur’an saja, tetapi memiliki nama-nama lainnya, hanya saja nama yang paling populer adalah Al-Qur’an. Nama-nama lainnya tersebut secara rinci dijelaskan oleh As Suyuti dalam Kitab Al-Itqannya yang terkenal sebanyak lima puluh nama, yaitu Al-Kitab, Al-Mubin, Al-Karim, Al-Kalam, An-Nur, Al-Huda, Ar-Rahmah, Al-Furqan, Asy-Syifa’, Al-Mau’idzah, Az-Zikir, Al-Mubarak, Al-Aliy, Al-Hakim, Al-Hikmah, Al-Muhaimin, Al-Mushaddiq, Al-Habl, Ash-Shirotol Mustaqim, Al-Qoyyim, Al-Qaul, Al-Fashl, An-Naba’ul Adzim, Ahsanul Hadits, Al-Matsany, Al-Mutaqabil, At-Tanzil, Ar-Ruh, Al-Wahyu, Al-Arabiyyu, Al-Bashair, Al-Bayan, Al-Ilmu, Al-Haqqu, Al-Hadi, Al-Ajab, At-Tadzkirah, Al-Urwatul Wutsqa, Ash-Shidiq, Al-Adl, Al-Munadi Yunadi Lil Iman, Al-Busyraa, Al-Majiid, Az-Zabuur, Al-Basyiir, An Nadziir, Al-Aziiz, Al-Balaagh, Ahsanul Qashash, dan Shuhufun Mukarromah.
Nama-nama tersebut sebahagian daripadanya diambil dari nama-nama Allah SWT yang terambil dalam Asma’ul Husna. Penamaan Al-Qur’an dengan nama-nama ini juga menggambarkan sebahagian dari sifat-sifat yang dimiliki oleh Al-Qur’an. Dengan demikian maka pemberian nama-nama tersebut adalah memiliki alasan-alasan yang terpikirkan dan dapat dipertanggungjawabkan.
2.3 Pengertian Wahyu
Pengertian “Al-Wahyu” dari segi bahasa adalah mashdar dari kata kerja: Wahaa – Yahii – Wahyan. Ada beberapa arti dari kata Al-Wahyu, yakni memberi isyarat, mengirim utusan, berbisik-bisik, berbicara pada tempat tersembunyi yang tidak diketahui orang lain, mencampakkan ilham ke dalam hati, menuliskan, menyembelih dengan cepat atau buru-buru.
Secara terminologi, Nuruddin ‘Atar mendefinisikan wahyu adalah pemberitahuan Allah kepada hamba-Nya yang terpilih secara rahasia dan cepat. Al-Zarqani mendefinisikan bahwa wahyu adalah Allah memberitahukan kepada hamba pilihan-Nya setiap keinginan yang muncul dari-Nya berupa hidayah dan ilmu, tetapi dengan cara rahasia yang lain dari kebiasaan manusia. Menurut Muhammad Ra’afat Sa’id, Allah mewahyukan kepada nabi alaihissalam berupa hukum syari’at dan sebagainya. Maka yang mewahyukan (al-Muhiy) adalah Allah, yang menerima wahyu (al-Muhaa ilaih) adalah seorang nabi di antara nabi-nabi Allah, dan yang diwahyukan (al-Muhaa bih) adalah hukum syari’at berupa perintah, larangan, berita-berita masa lalu, sekarang, dan akan datang, membangun prinsip-prinsip aqidah tauhid yang murni, membentuk akhlak yang mulia, ibadah, dan mu’amalah[1].
Kata wahyu dalam al-Qur’an terdapat sebanyak 78 kali, yaitu 6 kali dalam bentuk kata benda (isim) dan 72 kali dalam bentu kata kerja (fi’l). Dari beberapa ayat diperoleh makna dari Al-Wahyu itu, sebagai berikut :
1. Al-Wahyu berarti ilham sebagai bawaan dasar manusia seperti wahyu terhadap ibu Nabi Musa, sebagaimana tertuang dalam Surat Al-Qashsash (28) : 7.
2. Al-Wahyu berarti ilham yang berupa naluri pada binatang seperti wahyu kepada lebah, sebagaimana tertuang dalam Surat An-Nahl (16) : 68.
3. Al-Wahyu berarti Isyarat yang cepat melalui rumus dan kode seperti isyarat Zakaria yang diceritakan Al-Qur’an pada Surat Maryam (19) : 11.
4. Al-Wahyu berarti bisikan dan tipu daya setan untuk menjadikan yang buruk kelihatan indah dalam diri manusia, sebagaimana pada Surat Al-An’am (21): 121.
5. Al-Wahyu berarti apa yang disampaikan Allah kepada Malaikatnya berupa sesuatu perintah untuk dikerjakan, sebagaimana pada Surat Al-Anfal (8) : 12[2].
Untuk memudahkan pemahaman perbedaan antara wahyu dan yang bukan wahyu, dapatlah disebutkan unsur-unsur yang merupakan ciri khas dari wahyu, yaitu :
1. Wahyu merupakan kalam Allah yang diturunkan kepada orang yang diangkat sebagai Nabi/RasulNya secara sah.
2. Di antara wahyu, ada yang disampaikan oleh Allah melalui Malaikat Jibril alaihissalam.
3. Wahyu turun tidak didahului dengan ikhtiar manusiawi untuk mendapatkannya
Apabila ketiga ciri ini tidak dapat dipenuhi maka hal tersebut dapat dipastikan bahwa hal itu bukanlah wahyu.
2.4 Cara Wahyu Turun kepada Malaikat
Al-Qur’an sebagaimana disebutkan dalam Surat Al-Buruj (85) : 21-22 disebutkan bahwa Al-Qur’an itu sebelum dibawa oleh Malikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW, ia tersimpan dengan rapi di Lauh Mahfuzh[3]. Yang menjadi persoalan adalah bagaimana Al-Qur’an itu turun dari Lauh Mahfuzh melalui Jibril as. Mengenai hal ini dapat dibagi kepada tiga hal, sebagai berikut :
1. Al-Qur’an turun sekaligus dari Lauh Mahfuzh ke langit dunia pada malam Qadar, kemudian secara berangsur-angsur oleh Jibril kepada Nabi Muhammad SAW selama 23 tahun atau 25 tahun atau 20 tahun. Perbedaan masa lamanya ini timbul bersumber dari penetapan berapa lamanya Nabi bermukim di Makkah setelah diangkat jadi Rasul.
2. Al-Qur’an turun dari Lauh Mahfuzh ke langit dunia setiap malam Qadar, kemudian secara berangsur-angsur diturunkan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW selama kurun waktu 20 tahun atau 23 tahun dan atau 25 tahun.
Al-Qur’an turun ke langit dunia sekaligus, sedangkan turunnya kepada Nabi Muhammad SAW secara berangsur-angsur dalam kurun waktu tersebut di atas.
Yang menjadi persoalan lagi adalah bagaimana Al-Qur’an yang merupakan Kalamullah itu turun kepada Malaikat Jibril. Dalam hal ini para ulama juga berbeda pendapat yang terbagi kepada tiga hal sebagai berikut :
1. Bahwa Jibril menerimanya secara pendengaran dari Allah dengan Lafalnya yang khusus.
2. Bahwa Jibril menghafalnya dari Lauh Mahfuzh.
3. Bahwa maknanya disampaikan kepada Jibril, sedangkan lafalnya adalah lafal Jibril, atau lafal Muhammad SAW.
Adapun hikmah dari diturunkannya Al-Qur’an sekaligus dari Lauh Mahfuzh ke langit dunia dan secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad SAW adalah sebagai berikut:
1. Dalam rangka untuk mengagungkan persoalan turunnya wahyu itu kelak kepada ummat manusia. Dengan turunnya sekaligus agar secara serentak para penghuni langit yang tujuh itu mengetahuinya dan sebagai peringatan bahwa Al-Qur’an itulah kelak yang merupakan kitab suci terakhir yang turunnya kepada manusia dari Allah SWT. Sedangkan turunnya secara berangsur-angsur, adalah dalam rangka menghormati kedudukan Rasulullah SAW dan untuk membedakan nilainya dengan kitab-kitab suci yang turun sebelumnya.
2. Diturunkannya secara berangsur-angsur agar Rasulullah dapat memahami dan memantapkan pengertiannya dalam hati beliau.
3. Untuk menjawab persoalan-persoalan yang timbul dalam masyarakat sehingga sesuai dengan kondisi dan situasi serta kebutuhan masyarakat, sebab untuk apa Al-Qur’an diturunkan padahal isinya belum sesuai dengan kebutuhan.
2.5 Cara Wahyu Turun Kepada Rasul
Nabi Muhammad menerima wahyu dengan cara sebagai berikut:
1. Melalui mimpi yang benar ketika tidur
Wahyu melalui mimpi yang benar, bisa saja Allah langsung bertemu dalam mimpi tersebut ataupun Allah mengutus Malaikat. Sebagaimana terdapat dalam hadis dari ‘Aisyah:
أول ما بدىء به رسول الله صلى الله عليه و سلم من الوحي الرؤيا الصالحة فى النوم ….
“Permulaan wahyu yang pertama kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam mimpi yang benar ketika tidur…”
2. Jibril mendatangi Rasulullah dengan cara rahasia sehingga tidak bisa dilihat akan tetapi tampak pengaruh perubahan sikap. Jibril mewahyukan ke hati Nabi shallallahu alaihi wa sallam.
3. Jibril mendatangi Rasulullah menyerupai seorang laki-laki dan bisa dilihat dan didengar oleh orang-orang yang hadir, seperti ketika Jibril bertanya kepada Rasulullah tentang Iman, Islam, dan Ihsan.
4. Jibril mendatangi Rasulullah dalam keadaan ghaib, wahyu diturunkan kepada Nabi seperti bunyi lonceng. Keadaan ini yang paling berat bagi Nabi shallallahu alaihi wa sallam.
5. Jibril mendatangi Rasulullah dalam bentuk yang asli. Hal ini terjadi dua kali, yaitu di bumi atau di gua hira’ dan satu kali di langit ketika beliau Mi’raj ke langit ke tujuh.
6. Allah berfirman di balik tabir, seperti yang terjadi pada diri Rasulullah ketika malam mi’raj setelah menetapkan kewajibah shalat lima waktu.
7. Allah mewahyukan secara langsung tanpa perantara malaikat dan tidak pula dari balik tabir, seperti ketika malam Mi’raj yakni di atas langit ketika menetapkan kewajiban shalat dan melipatkgandakan kebaikan menjadi sepuluh kali lipat.
2.6 Macam-Macam Wahyu
Imam Al-Juwaini sebagaimana diungkapkan oleh Imam As-Suyuthy dalam Al-Itqannya mengatakan bahwa, Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW itu terbagi dua, yaitu:
1. Allah berfirman kepada Jibril : “Katakanlah kepada seseorang Nabi (Muhammad SAW) yang engkau sengaja dikirim kepadanya, bahwasanya Allah berfirman begini atau menyuruh begitu”. Jibrilpun paham makna yang disampaikan Tuhan kepadanya, kemudian ia turun dan mengatakan hal itu kepada Nabi tersebut apa-apa yang dikatakan Tuhan kepadanya. Akan tetapi ungkapan yang dipergunakan Jibril bukan merupakan ungkapan Allah sendiri, tetapi maknanya saja yang dipahaminya dari Allah, sedangkan susunan bahasanya adalah dari Jibril sendiri.
2. Allah berfirman kepada Jibril, “Bacakanlah kitab ini kepada seseorang Nabi”. Kemudian Jibrilpun turun menyampaikan pesan itu tanpa mengubah sedikitpun kalimat demi kalimat yang telah difirmankan Allah kepadanya.
Prof. Dr. TM. Hasbi Ash-Shiddiqi dalam bukunya “Pengantar Ilmu Tafsir” menyatakan bahwa bahagian yang kedua adalah merupakan wahyu Allah yang berupa Al-Qur’an. Sedangkan bahagian yang pertama adalah As-Sunnah, sebab pada waktu menurunkan wahyu yang berupa As-Sunnah juga sama caranya dengan menurunkan Al-Qur’an, hanya As-Sunnah maknanya saja yang diterima dari Allah, sedangkan redaksinya Jibril sendiri yang menyusun.
Namun demikian dalam masalah ini secara umum para Ulama terbagi kepada tiga pendapat, yaitu :
1. Bahwa yang diturunkan dari Lauh Mahfuzh itu adalah Lafzh dan maknanya, sedangkan Jibril hanyalah menghafal Al-Qur’an itu dari Lauh Mahfuzh dan lalu menurunkannya kepada Nabi.
2. Bahwa yang diturunkan itu adalah maknanya saja, sedangkan Rasul memahami makna-makna itu, lalu beliau menta’birkan makna itu ke bahasa arab.
3. Bahwa yang diturunkan itu adalah maknanya saja, sedangkan Jibril menta’birkannya dengan bahasa arab. Lafaz Jibril inilah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
2.7 Syubhat Para Penentang Wahyu
Orang-orang jahiliyah baik yang klasik ataupun yang modern selalu berusaha menimbulkan keraguan (syubhat) terhadap wahyu dengan sikap keras kepala dan sombong. Tetapi syubhat itu lemah dan tidak dapat diterima.
1. Mereka mengatakan bahwa Al-Qur’an bukan wahyu, tetapi dari pribadi Muhammad. Dialah yang menciptakan maknanya, dan menyusun “bentuk gaya dan bahasanya”.
2. Orang-orang jahiliyah, ahulu dan sekarang, menyangka bahwa Rasulllah mempunyai ketajaman akal, penglihatan yang dalam, firasat yang kuat, kecerdikan yang hebat, kejernihan jiwa dan renungan yang benar, yang menjadikannya mampu menimbang ukuran-ukuran yang baik dan buruk, benar dan salah melalui ilham (intuisi), mengenali perkara-perkara yang rumit kelalui kasyaf, sehingga Al-Qur’an itu tidak lain daripada hasil penalaran intelektual dan pemahaman yang diungkapkan oleh Muhammad dengan gaya bahasa dan retorikanya yang hebat.
3. Orang-orang jahiliyah klasik dan modern berasumsi bahwa Muhammad telah diterima ilmu-ilmu Al-Qur’an dari seorang guru. Itu tidak salah, akan tetapi guru yang menyampaikan Al-Qur’an itu ialah malaikat pembawa wahyu, bukan guru yang berasal dari kaumnya sendiri atau kaum lain.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Al-Qur’an adalah merupakan Kalamullah yang diturunkan kepada NabiNya Muhammad SAW yang tidak perlu diragukan kebenarannya. Al-Qur’an adalah merupakan sebuah nama yang diberikan terhadap kitab Allah yang diturunkan kepada Muhammad SAW. Al-Qur’an memiliki banyak nama selain Al-Qur’an.
2. Wahyu adalah merupakan Kalamullah yang disampaikannya kepada seorang Nabi dalam hal ini adalah Muhammad SAW dengan berbagai cara ada yang langsung dan ada yang melalui perantaraan malaikat Jibril dalam kurun waktu 20 tahun atau 23 tahun dan atau 25 tahun (terjadi perbedaan ulama karena perbedaan menghitung berapa lama Nabi di Makkah setelah diangkat jadi Rasul).
3. Al-Qur’an sebagai wahyu Allah turun sekaligus dari Lauh Mahfuzh ke langit dunia dan dari langit dunia turun secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad SAW. Cara turunnya Al-Qur’an melalui Jibril ini para ulama berbeda pendapat, ada yang mengatakan bahwa Jibril menerimanya secara pendengaran dari Allah dengan Lafalnya yang khusus; ada yang mengatakan bahwa Jibril menghafalnya dari Lauh Mahfuzh; dan ada pula yang mengatakan bahwa maknanya disampaikan kepada Jibril, sedangkan lafalnya adalah lafal Jibril, atau lafal Muhammad SAW.
4. Orang-Orang Jahiliah primitif maupun Jahiliah modern menuduh bahwa Al-Qur’an itu adalah merupakan rekayasa Muhammad. Tuduhan ini tidak beralasan sebab Nabi Muhammad SAW itu tidak memiliki kapasitas peribadi dan logika untuk menciptakan Al-Qur’an.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
As-Sayuthi, Jalaluddin Abdurrahman.Al-Itqan Fi Ulumil Qur’an.Cairo : Darul Fikri.
Ash-Shiddiqi, TM.Hasbi, Prof. Dr. 1980.Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an/ Tafsir,
Jakarta : Bulan Bintang.
As-Sholih, Subhi, Dr. 1999.Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur’an.Jakarta : Pustaka Pirdaus.
Ash-Shobuny, Muhammad Aly.1984. Pengantar Study Al-Qur’an (At-Tibyan).Jakarta : PT. Al-Ma’arif.
Daniel, A. Madigan. 2001. Membuka Rahasia Al-Qur’an. Jakarta : PT. Inti Media Cipta
Nusantara.
Departemen Agama. 1997. Muqaddimah Al-Qur’an dan Tafsirnya.Jakarta : Cv. Darma Pala.
Manna’ Khalil Al-Qattan.1973. Mabahits Fi Ulumil Qur’an.Mansyurat: al-“Asr al-Hadits.
Q. Shaleh, K. H. 1999. Asbabun Nuzul.Bandung : CV. Diponegoro.
Ramli Abdul Wahid, H. Drs. 2002. Ulumul Qur’an. Jakarta : PT. Raja Grapindo Persada.
Shihab, M. Quraisy. 1996. Membumikan Al-Qur’an. Bandung : Mizan.
[1] Muhammad Ra’afat Sa’id, Tarekh Nuzul al-Qur’an al-Karim, (al-Jami’ah al-Munawwifiyyah, 2001), hal. 11
[2] Manna’ Khalil al-Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an, (Riyadh: Mansyurat al-‘Ashr al-Hadits, 1990), hal. 32-33
[3] Manna al-Qaththan, 2005. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Jakarta: Pustaka al-Kautsar.
0 Response to "Al-Qur’an dan Wahyu , pengertian al qur'an dan wahyu pdf perbedaan wahyu,al quran dan mushaf hubungan alquran dengan wahyu jelaskan perbedaan antara wahyu dan al quran makalah tentang wahyu pdf pengertian wahyu dalam al quran materi tentang al qur an hubungan alquran dengan wahyu dan ilham"
Post a Comment