DUKA USTADZ ABDUL SOMAD, SEPI DI DALAM KERAMAIAN
Wednesday, March 20, 2019
Add Comment
DUKA USTADZ ABDUL SOMAD, SEPI DI DALAM KERAMAIAN
SEBELUM berangkat berdakwah ke Jawa Timur, Ustadz Abdul Somad (UAS) mencium tangan dan memeluk hangat ibunya. Seperti biasa, sang ibu akan tersenyum dan mengatakan; "Hati-hati di jalan dan semoga selamat pergi dan pulang." Ternyata itulah terakhir kali UAS mendengar kata-kata ibunya. Karena Senin (18/3) sekitar pukul 04.00 Wib, Ibunda UAS berpulang keharibaan Allah SWT. Innalilahi wainnailaihi rojiun!
Ketika ibunya pergi, UAS memang sedang mengadakan Tabligh Akbar di Mesjid Raya Bangkalan Madura, Jatim. Kebetulan pula hari itu dia tengah membahas tentang kematian. Dia tiba tiba berhenti berceramah karena diberitahu ajudannya, bahwa Sang Ibu, Hj. Rohana (72) tahun sudah tak ada. UAS langsung tergagap dan air matanya meleleh satu persatu. Dengan suara terbata-bata UAS mengatakan pada jamaah bahwa dia harus kembali ke Riau, karena ibundanya meninggal dunia.
Sontak jemaah mengucapkan belangsungkawa dan berharap UAS tabah. Jemaah pun merelakan UAS tidak menyelesaikan ceramahnya, sembari berdoa agar ibunda UAS diterima Allah SWT dan diringankan langkahnya menuju surga Allah. Kemudian secara serentak ribuan jemaah yang hadir menggelar shalat ghaib jenazah.
Sebelum berangkat ke Jawa Timur, ibunda UAS memang tampak sehat dan tidak ada tanda-tanda sakit. Karena itulah UAS seperti biasa, pergi berdakwah tanpa khawatir sedikitpun akan kesehatan ibunya. UAS memang dikenal sangat hormat dan memuliakan ibunya. Jika ibunya sakit, UAS lebih memilih tidak berceramah atau mengajar. Dia dipastikan akan menjaga ibunya. Tapi Allah SWT berkehendak lain. Dia pergi saat anak lelakinya jauh dari sisinya.
Para tetangga UAS juga sangat terkejut dengan kepergian Hj. Rohana. Karena saat shalat maghrib dan isa, ibunda UAS masih bersama mereka berjemaah di Mesjid. "Tapi subuh tadi beliau tak ada. Kami tak menyangka beliau akan pergi," kata Devila, seorang tetangganya seraya menambahkan, ibu UAS jika sore hari sering berjalan-jalan di sekitar kompleks perumahan. "Sore kemarin pun saya lihat ibu masih sehat," tambahnya.
Sejak beberapa tahun lalu, Hj Rohana memang tinggal di rumah UAS,
Perumahan Amiraya Residence, Jalan Suka Karya, Pekanbaru. Dia menghabiskan masa tuanya bersama anak dan cucunya. Hj Rohana sebenarnya masih memiliki seorang anak lagi. Namun, UAS meminta agar ibunya tinggal bersama dia sejak ayahnya tiada. Hj. Rohana juga merasa lega dan bahagia tinggal bersama UAS, karena hanya UAS-lah dari keturunannya yang menjadi da'i atau penceramah agama. Hj Rohana sendiri adalah cucu kandung ulama besar Sjech Abdurrahman Silau Laut Batubara, asal Kisaran Sumatera Utara.
Menurut cerita UAS sesaat sampai di rumah sakit di Pekanbaru, malam Senin kemarin ibunya masih melaksanakan shalat tahajud dan witir. Kemudian bundanya makan sahur untuk puasa sunah Senin. "Tapi pagi-pagi kepala beliau pusing dan tak sadarkan diri. Lalu dibawa ke rumah sakit. Beliau meninggal di rumah sakit," kata UAS dengan mata berkaca-kaca.
UAS juga mohon izin kepada masyarakat Riau untuk membawa jenazah ibunya ke Kisaran Sumatera Utara. "Sebelumnya ibu pernah berwasiat kepada saya minta dimakamkan di pekuburan keluarga di Kisaran. Jadi saya harus melaksanakan permintaan almarhumah. Dari rumah sakit, kami langsung jalan darat ke Kisaran. Tak singgah ke rumah saya. Mohon doakan ibu saya dan maafkan jika ada kesalahannya," tambah UAS, diiringi tangis para pelayat.
Sejauh ini, Ustadz Abdul Somad memang dikenal patuh dan taat pada ibunya. Karena itu di dalam banyak ceramahnya, UAS banyak menyinggung tentang peranan dan doa seorang ibu. Surga itu, kata UAS berada di bawah telapak kaki ibu. Ini bermakna janganlah sekali kali durhaka pada ibu maupun ayah. UAS juga mengaku, ibunya yang lebih banyak mendorong dirinya untuk menjadi pendakwah Islam dan sekolah agama. "Ibu ingin kamu seperti kakek buyutmu," kata UAS menirukan kata kata ibunya.
Karena itu pula, ketika UAS sudah menjadi penceramah kondang, dia sering mengajak ibunya untuk berdakwah. Pertama kali ibunya ikut UAS berdakwah, dia menangis. Karena jemaah yang hadir mencapai ribuan orang. Sambil bercanda ibunya mengatakan; "Apa kamu sudah punya izin mengumpulkan orang sebanyak ini?" Mendengar ucapan ibunya, UAS hanya senyum dan mencium tangan Hj. Rohana.
Di beberapa kesempatan, UAS beberapa kali menceritakan asal usul keluarganya. Ibunya adalah orang Tapanuli bermarga Batubara. Sedang ayahnya berasal dari Kabupaten Siak Sri Indrapura, Riau. Ibunya adalah cucu dari Sjech Abdurrahman Silau Laut Batubara, seorang ulama besar yang turut mengembangkan agama Islam di Sumatera Utara.
Menurut UAS, kakek buyutnya, Sjech Abdurrahman, sepulang dari Mekah menghadap Sultan Asahan dan kemudian diberikan sebidang tanah. Di tanah itulah dibangun sebuah rumah yang masih ada hingga kini. Rumah itu dibuat oleh arsitek yang membangun Istana Lima Laras di kabupaten Batubara, Sumatera Utara. Makanya rumah besar ibunya mirip Istana Lima Laras.
Dari rumah inilah, Sjech Abdurrahman berdakwah dan akhirnya mendapatkan jodoh orang sekampung. Dari perkawinannya, lahirlah beberapa anak diantaranya bernama Siti Aminah. "Siti Aminah punya anak perempuan bernama Hajah Rohana. Rohana itulah ibu Abdul Somad," kata UAS di beberapa pertemuan keluarga.
Namun, sambung UAS, dia tidak secara otomatis bisa memakai marga Batubara. Sebab di Sumatera Utara, garis keturunan berasal dari ayah, bukan dari ibu. Karenanya, UAS memilih memakai garis ketutunan ayahnya yang berasal dari Melayu Riau. "Ayah saya petani dan hanya orang biasa. Kami bukan keturunan bangsawan, bangsa yang hidup di awan," ujar UAS yang membuat banyak orang tertawa.
Namun, kata UAS, peran ibunya sangatlah besar terhadap dirinya, terutama dalam pendidikan. Ibunya ingin dia meneruskan jalan yang ditempuh oleh kakek buyutnya. Tersebab itulah, sejak awal UAS dididik di sekolah agama. Di bangku Sekolah Dasar, dia belajar di Al-Washliyah Medan. Kemudian melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah Mu'allimin Al-Washliyah masih di Medan hingga tamat 1993.
Kemudian UAS melanjutkan belajar di Pondok Pesantren Darul Arafah, Deliserdang. Tapi belum sempat selesai, ayahnya memutuskan pulang ke Riau. Mereka pindah ke Kabupaten Pelalawan, bekas kerajaan Melayu Pelalawan yang merupakan pecahan dari Kerajaan Siak Sri Indrapura. Tapi UAS menyelesaikan pendidikan menengah atas di Madrasah Aliyah Nurul Falah, Air Molek, Indragiri Hulu.
Setelah itu dia meneruskan ke Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Syarif Kasim, Pekanbaru. Sebelum tamat, tahun 1988, dia mendapat beasiswa untuk belajar di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Tamat dari Mesir, UAS melanjutkan megister ke University Kebangsaan Malaysia (UKM) Fakultas Pengajian Islam. Namun hanya sampai semester dua, dia kembali mendapat tawaran beasiswa dari The Moroccan Agency of International Cooperation untuk kuliah di Dar El-Hadith El-Hassania Institute, Maroko. UAS kemudian menyesaikan S2-nya hanya dalam waktu dua tahun di sana.
Sebenarnya, UAS masih mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan S3 atau tingkat doktoral. Namun ibunya melarang. Kata ibunya, tak ada gunanya saat ini dia dapat gelar doktor, jika terlalu lama di luar negeri. "Itulah mengapa saya tak jadi doktor. Saya patuh pada ibu. Selain itu, saya juga terlalu lama sekolah sehingga ibu bilang dia selalu rindu. Saya pun juga rindu dia. Maka pulanglah saya," ujarnya.
UAS menambahkan, karena ingin menjaga ibunya yang sudah tua, yang tak ingin kemana-mana, dia juga menolak ajakan untuk mengajar di sebuah perguruan tinggi di Brunai Darussalam. Padahal dia diberi fasilitas lumayan besar dan gaji yang juga cukup besar. Akhirnya UAS memilih jadi pegawai negeri (ASN) dengan menjadi Dosen di Universitas Islam Negeri (UIN) Riau yang dulu adalah almamaternya ketika masih bernama IAIN.
Dan, dalam waktu yang tak lama, UAS kemudian mewujudkan mimpi ibunya. Dia menjelma menjadi ulama besar serta dai yang sangat dikenal di seluruh Indonesia serta beberapa negara tetangga. Bahkan menyongsong pemilihan presiden RI April mendatang, sejumlah ulama berijtimak, mengusulkan UAS untuk menjadi calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto. Tapi UAS seizin ibunya menolak. Tentu saja hal ini membuat Hj. Rohana merasa bangga dan mengaku sangat bahagia.
Kini, sang ibu telah tiada. Meninggalkan banyak kenangan kepada UAS yang hanya dua bersaudara. Makanya, ketika dia memberikan sambutan di depan jenazah ibunya, UAS tampak lemas dan matanya menyembab menyimpan Airmata. Wajahnya yang biasa tegar di depan jamaah, menjadi layu seperti bunga diterpa panas. Dengan terbata-bata dia mengaku hidupnya tiba-tiba menjadi sepi dan sunyi, meskipun hampir seribu orang ikut melepas kepergian ibunya berangkat menuju peristirahatan terakhir di Kisaran, Asahan Sumatera Utara.
Beberapa keluarga dekat dan teman-teman akrab yang berada di sampingnya, bahkan tak sempat dia sapa. UAS memang tampak sangat kehilangan. Dan, ternyata UAS juga manusia biasa. Punya rasa sedih, sepi dan rindu yang dalam.
Sayapun mengirimkan sebuah puisi di laman pribadi saya buat UAS yang terdapat di buku "Roh Pekasih." Puisi ini dulu saya tulis buat ibu saya yang juga sudah tiada. UAS menyukai buku Roh Pekasih, karena bercerita tentang Suku Talang Mamak di pedalaman hutan Indragiri Hulu sana. Selain menguasai ilmu perbandingan agama, UAS sangat menyukai syair-syair Arab, pantun Melayu dan tentu saja puisi;
Engkau
adalah rohku
adalah jantungku
adalah peduku
engkau bagai darah
yang mengalir di pembuluh
di setiap pori-pori
dan nadiku
datanglah
dengan rindu
dengan mimpi
siang terkenang
malam terbayang
tak ada jarak
tak ada pisah
engkau selalu
**
0 Response to "DUKA USTADZ ABDUL SOMAD, SEPI DI DALAM KERAMAIAN"
Post a Comment